Kumpulan Artikel Islam, Status Islami Menarik dan Sejuk Di Hati
Pages
▼
22 January 2013
Jodohku Sesederhana Bersin
Disuatu
perjalanan menuju pulang ke Jogjakarta dari sebuah perjalanan jauh,
saya merasa sangat bahagia karena satu urusan telah selesai, saya lalu
pergi menuju stasiun Gambir dan membeli tiket bisnis. Saya harus
menunggu beberapa saat hingga akhirnya keretapun tiba.
Saya
terus tersenyum dengan apa yang terjadi di hari yang cerah ini, semua
begitu lancar terasa. Padahal pekerjaan yang saya lakukan hanyalah
pekerjaan biasa saja tapi entah kenapa hati saya begitu bahagia, terasa
berlebihan memang karena hal ini tak seperti biasanya saya rasakan, tapi
bagaimanapun saya syukuri dan tak lupa berdo’a agar selalu ingat kepada
Sang Pemberi Nikmat.
Ya!! Faridz, si ikhwan berjanggut
panjang, duduk di gerbong ke tiga dekat jendela sebelah kiri. Tidak
terlalu depan juga tidak terlalu belakang. Bawaannya tidak terlalu
banyak, hanya tas pakaian yang ia bawa. Ia letakkan di atas kabin dan ia
duduk tenang membaca Alqur’an, ia menyiapkan beberapa buku bacaan
lainnya kalau-kalau ia lelah dengan bacaan pertamanya.
Keretapun melaju kencang tanpa hambatan, Alhamdulillah tak ada halangan
yang berarti, tapi hari sudah mulai gelap dan dingin. Ia lalu mengambil
jaketnya yang ia letakkan diatas kabin tadi. Ia mengenakannya dan
kembali membaca.
Cuaca semakin dingin tak tertahankan, Faridz
yang tak tahan dengan cuaca dingin memesan kopi untuk menghangatkan
tubuh. Lalu ia kembali duduk tenang dan membaca bacaan ringan. Sekarang
judul bacaannya adalah sebuah tulisan bertajuk cinta.
Buku ini
bercerita tentang bagaimana sepasang suami istri harus mengaplikasikan
mawaddah dalam kehidupannya sehari-hari. Dan menurut cerita buku ini,
mawaddah itu ada ilmunya. Diantaranya adalah kita harus mengenal
beberapa perbedaan antara pria dan wanita, jika tidak akan terjadi
banyak kesalahfahaman antara pasangan suami istri, karena:
Faridz yang baru belajar mengenai percintaan dan berencanan untuk
menikah itu tertawa sendiri dengan semua penjelasan yang ada di buku
itu.
“Hmmmm… Nampaknya akan lebih nyaman jika dipraktekkan,
tidak hanya di baca lalu di terjemahkan.” Faridz bergumam dalam hatinya.
Lalu ia mulai membaca buku yang lainnya.
“Hatchu!!” Faridz tak lagi dapat menyembunyikan bersinnya karena dingin. “Alhamdulillah!!”
“Yarhamukallah!!” Terdengar sebuah suara mendo’akan dari depan kursi.
Do’a pertama itu tak mengundang apapun, tapi setelah beberapa kali dan
terus mendengar suara itu Faridz tergoda juga untuk mengetahui siapa
makhluk unik gerangan yang mendo’akannya dengan segenap hati itu,
setidaknya itulah yang ia rasakan. Ia berencana untuk menyapanya setelah
tiba di stasiun nanti.
Faridz membenahi semua buku-buku yang
ia keluarkan dari tasnya tadi dan siap-siap untuk turun seperti yang
lainnya. Tapi ia punya satu utang, melihat siapa gerangan wanita yang
telah mendo’akannya itu. Ia lalu berdiri tapi tidak lantas pergi
melainkan menunggu wanita itu berdiri dulu. Sejenak penumpang mengantri
untuk turun, setelah beberapa saat, ruangan agak kosong dan wanita
itupun berdiri, Faridz barulah melihatnya. Ia berkerudung panjang dan
tersenyum melihat kearahnya. Faridzpun memberanikan diri untuk bertanya,
“Dimana rumah Anti?” Faridz bertanya dengan nada gemetar.
“Oh,
dekat kok Akhi, hanya sekitar lima menit dari stasiun kereta ini.”
Akhwat itupun tersenyum manis dengan lesung di pipi yang tidak bisa
ditutupi jilbabnya. Spontan Faridz munundukkan kepala untuk menjaga
pandangannya, merasa malu dan berdosa untuk menikmatinya lebih jauh.
“Insya Allah saya akan mampir suatu waktu.” Faridz melanjutkan perkataanya sambil melangkah pergi setelah mengucapkan salam.
Faridz lalu keluar dengan hati yang sangat gembira, inikah yang
menjadikan kegembiraannya membludak tadi? Faridz mengucap istighfar
berkali-kali menghindarkan diri dari godaan syetan yang terkutuk yang
menyelip lewat kalbu ikhwan lanang yang berencana untuk menikah ini. Ia
lalu meluruskan niatnya untuk segera pulang dan bercerita kepada kedua
orang tuanya.
Setelah menjelaskan semuanya, kedua orang tuanya
manggut-manggut berusaha memahami apa yang anaknya jelaskan. Ia lalu
berkata, “Ia berjilbab panjang dan memahami kalimat-kalimat thayyibah,
umi, abi, apalagi yang ananda khawatirkan? Lagi pula kita tidak usah
kuatir karena jodoh kita adalah cerminan dari diri kita sendiri. Saya
Insya Allah selalu berusaha untuk ta’at atas perintahNya, Insya Allah
saya juga akan mendapatkan yang demikian itu, umi, abi.”
Lagi-lagi kedua orang tuanya manggut-manggut dengan segala penjelasan
anaknya itu. “Baiklah, kapan ananda berencana meminangnya?”
“Secepatnya umi, abi. Saya tidak ingin syetan mengganggu niat saya ini.” Jawab Faridz.
“Besok kita berangkat. Gimana?” Abi mengatakan.
“Jam delapan pagi kita berangkat.” Faridz mengamini.
Malam yang indah Faridz lalui dengan bahagia saat itu, padahal ia juga
belum tahu apakah akhwat ini siap dipinang olehnya atau tidak, atau
bahkan siap menikah dalam waktu dekat atau tidak. Tapi yang pasti, ia
sudah menyerahkan segala sesuatunya kepada Sang Maha Khaliq, Pencipta
yang memiliki semua skenario yang terjadi di dalam kereta seperjalanan
mereka pulang. Mereka hanya menjalankan alur yang telah digariskan.
Allahlah kesemua pengatur skenario itu sehingga mudah segalanya untuk
terjadi.
Pagi-pagi sekali Faridz sudah bangun dengan sigapnya.
Ia menyiapkan segala sesuatunya dengan baik sehingga tak ada yang
tertinggal untuk menghindari kerepotan nantinya. Ia siap-siap
mengendarai mobilnya dan melaju cepat menuju tempat yang digambarkan
akhwat itu.
Setelah beberapa kali berkeliling stasiun akhirnya
ia menemukan juga rumah yang dituju. Mereka mengucapkan salam dan
shohibul baitpun membukakan pintu.
“Ahlan wa sahlan. Kira-kira saya boleh tahu apa maksud kedatangan saudara-saudara sekalian?” Tanya seorang Bapak.
“Saya bermaksud untuk berkenalan memperkenalkan anak saya, Faridz, yang
ingin Insya Allah meminang putri anda.” Abi membuka maksudnya.
Shohibul bait Nampak tidak terlalu terkejut. Dari caranya membawakan
dirinya, ia adalah seorang alim yang sangat penuh memasrahkan dirinya
hanya kepada Allah. Beliau hanya berkata, “Putri saya yang mana? Saya
memiliki enam putri.” Mimiknya cerah ceria menyambut kedatangan tamu tak
diundang ini.
“Yang pake jilbab panjang berlesung pipit.” Jelas Faridz.
“Umi, mungkin bisa diambilkan foto anak-anak kita.” Tanpa bicara Umi,
shobibul bait, lalu mengambilkan foto anak-anak mereka dan
menyodorkannya kepada tamu.
“Yang mana, nak?” Tanya Abi Faridz.
Faridz terlihat bingung dan diam. Kesemua putri-putri Bapak ini
terlihat mirip dan semua berjilbab, walau tak semua berlesung pipit tapi
semua Nampak serupa. Faridz lalu melihat ke arah shohibul bait dan
bertanya, “Yang beberapa waktu lalu ke Jakarta itu siapa, ya, pak?”
“Oh, itu, dia Ningrum. Kebetulan baru datang dari Jakarta karena ia
tengah menyelesaikan studi S1nya di sana. Mi, tolong panggilkan
Ningrum.” Abi lalu kembali bertanya untuk menegaskan maksud kedatangan
mereka. “Saya bukannya tidak percaya, tapi semua begitu mendadak dan
saya tak memiliki persiapan apapun.”
“Tak apa, karena kami
bermaksud baik, kami yakin dan percaya Allah pasti akan membantu kami.
Oleh karenanya jika Bapak tidak keberatan sudilah kiranya menerima
khitbah anak kami.” Abi Faridz melanjutkan.
Ningrum keluar dari
dalam rumah dan mengucap salam. Abinya menceritakan maksud kedatangan
tamu-tamunya dan ia bertanya kepada anaknya apakah ia siap menerimanya.
Ningrum lalu menunduk lebih dalam.
Abi Ningrum tak bertanya
lagi tapi meminta istrinya memanggil ustadz dan beberapa orang untuk
saksi. Merekapun lalu berbincang lama layaknya sahabat karib yang tengah
bertemu setelah sekiain lama terpisahkan.
Setelah habis
perbincangan, tak ragu ia menikahkan kedua anak manusia ini dengan
keyakinan bahwa Allah maha tahu apa yang terbaik bagi anaknya. Apa yang
diikhtiarkan anaknya dalam kehidupan sehari-harinya serta do’a yang
selalu menyertai setiap langkah mereka sudah cukup menjadi bekal untuk
meyakini amanah yang Allah titipkan. Semua begitu sederhana dengan
berbekalkan satu kata, keyakinan.
Barakallah alaikum wa jama’a baina kuma bil khoir…
Note: Terinspirasi dari salah satu kajian Ustadz Salim. A. Fillah mengenai ta’aruf di Masjid Al-Azhar.
wa'alaikumsalam, cerita dan uraian yang bagus... <3
ReplyDelete^_^