Sampai sekarang saya masih percaya, bahwa saya hanya butuh inspirasi.
Bukan motivasi. Tetapi saya tidak pernah melarang siapapun untuk
memotivasi. Bahkan saya sendiri sering memotivasi.
Lah, lalu apa
esensinya menulis catatan ini? Ada. Justru karena ada esensinya saya
menuliskannya.
Dalam beberapa kondisi kita memang butuh motivasi orang
lain. Mungkin sekadar untuk membangkitkan potensi yang sebenarnya sudah
kita miliki, hanya saja kita belum merasakannya bahwa itu adalah potensi
kita. Kadangkala kita baru sadar ketika diberikan motivasi agar mau
bergerak, mau melakukan sesuatu, mau bertindak. Pada kondisi ini,
motivasi memang diperlukan
Namun, kenyataannya motivasi tak selalu menjadi ‘vitamin’ bagi orang
yang menerimanya, bahkan ironinya adakalanya sang motivator justru malah
yang harus dimotivasi. Salahkah? Tidak juga. Ini sisi manusiawi setiap
orang. Sebagaimana khatib jumat yang selalu mewasiatkan pesan takwa
kepada jamaah, dan juga dirinya: Usiikum wa nafsi bitaqwallah (aku
menasihati kalian dan aku sendiri dalam bertakwa kepada Allah). Nasihat
memang untuk diri kita dan juga orang yang kita beri nasihat.
Sama seperti saya ketika menulis. Sejatinya adalah pesan bagi saya
sendiri dan juga siapapun yang membaca pesan yang saya tulis. Sebab,
saya—dan juga siapapun yang menyampaikan pesan nasihat—wajib
bertanggungjawab dengan apa yang disampaikannya. Secara sederhana bisa
dirumuskan: tuliskan apa yang Anda kerjakan dan kerjakan apa yang Anda
tulis. Ini agar apa yang kita tulis bukan semata ‘nyuruh-nyuruh’ saja.
Tetapi kita juga aktif melaksanakannya. Termasuk apa yang dikerjakan
perlu ditulis dan dicatat agar bisa mengevaluasi di lain waktu. Sehingga
apa yang kita kerjakan senantiasa menjadi lebih baik dari waktu ke
waktu.
Beda motivasi dan inspirasi
Secara bahasa, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), motivasi
adalah: dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak
sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Penjelasan
tambahannya (dalam bidang psikologi), motivasi adalah usaha yang
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat
kepuasan dengan perbuatannya.
Bagaimana dengan inspirasi? Masih menurut KBBI, inspirasi sama
maknanya dengan ilham, yakni pikiran (angan-angan) yang timbul dari
hati; bisikan hati. Bisa juga sesuatu yang menggerakkan hati untuk
menciptakan (mengarang syair, lagu,menulis, membuat kendaraan tertentu
dsb).
Dari kedua definisi ini, menurut saya, tampak sedikit perbedaan meski
agak mirip dalam aksinya. Namun, saya lebih suka menggunakan istilah
inspirasi. Terasa lebih kuat karena pelakunya seolah-olah berusaha
secara keras untuk melakukannya.
Berbeda dengan motivasi (yang dipahami
banyak orang saat ini sebagai sebuah jenis pelatihan atau training untuk
membangkitkan motivasi seseorang atau khalayak ramai), karena sifatnya
yang seolah-olah seseorang itu “menunggu” untuk mendapatkan sesuatu dan
kemudian bergerak. Inspirasi lebih aktif, sementara motivasi cenderung
pasif. Saya tidak berkesimpulan pasif, tetapi memilih diksi “cenderung
pasif”. Sebab, berdasarkan kenyataan memang demikian adanya. Banyak
orang meminta untuk dimotivasi, jarang yang meminta untuk diinspirasi.
Apa contohnya? Saya sering mendapatkan permintaan dari beberapa orang
agar saya memotivasi diri mereka dalam segala hal, terutama yang paling
sering adalah dalam menulis. Saya diminta memberikan motivasi-motivasi
seputar menulis. Tugasnya memang jadi semacam motivator khusus dalam
penulisan. Saya bahkan membuat modul pelatihan menulis yang salah satu
pembahasannya mencantumkan materi khusus; motivasi menulis.
Sebenarnya,
jujur saya masih merasa ragu. Sebab, motivasi itu tak akan ada
apa-apanya sama sekali jika orang yang saya motivasi tak melakukannya
sesuai petunjuk. Tidak bergerak. Secanggih apapun sang motivator atau
guru atau instruktur dalam memotivasi para peserta pelatihan, jika yang
diberi motivasi menolak melakukannya atau minimal tidak merasa yakin
dengan apa yang disampaikan pemberi motivasi. Sehingga dalam hal ini
memang diperlukan kerjasama dua arah. Tidak bisa satu arah.
Lebih sering terinspirasi daripada termotivasi
Beberapa orang dengan keyakinan diri yang penuh, biasanya lebih suka
dengan inspirasi. Ia bahkan mencari inspirasi sampai jauh. Aktif
bergerak. Ia mungkin saja membutuhkan motivasi. Namun tidak mengandalkan
secara penuh kepada motivasi. Apalagi jika harus menunggu motivasi dari
orang lain.
Oya, saya juga pernah memberikan arahan bahwa motivasi menulis
adalah untuk beribadah dan berjuang. Pengertian motivasi seperti ini
lebih dekat dengan istilah niat dalam khasanah Islam. Tentu agak berbeda
dengan istilah motivasi yang dipahami saat ini (termasuk dalam tema
tulisan ini), khususnya jika dihubungkan dengan orang yang meminta untuk
dimotivasi.
Demi mendapatkan motivasi dari orang yang dianggap mampu,
sebagian orang bahkan mau membelinya dengan harga tinggi. Misalnya
dengan mengikuti pelatihan atau training motivasi. Salahkah mereka?
Tidak juga. Itu kan seperti jual beli. Jika mampu membeli untuk
mendapatkan motivasi yang diinginkannya, silakan saja. Begitu pun jika
ada orang yang berani dan mau menjual pelatihan motivasi, sah-sah saja.
Apalagi saat ini memang sedang gandrung. Mereka yang membutuhkan banyak,
yang menawarkan juga tak sedikit.
Untuk kondisi tersebut saat ini, kita bisa menyaksikan, beragam
motivasi ditawarkan: motivasi usaha/bisnis, motivasi menjalani kehidupan
rumah tangga, motivasi persiapan pernikahan, motivasi belajar, motivasi
untuk meraih impian menjadi pribadi yang unggul, termasuk motivasi
menulis. Ya, konon kabarnya semua orang sebenarnya punya potensi untuk
menjalani bisnis, belajar, dan termasuk menulis. Hanya saja mereka perlu
kemauan yang kuat untuk memulai dan menjalaninya sehingga kemampuannya
akan terasah. Konon kabarnya, dalam pelatihan atau traning seperti
itulah diberikan kunci-kuncinya.
Pentingkah sebuah kemauan? Penting. Saking pentingnya kemauan,
seringkali bisa mengalahkan kemampuan. Buktinya, orang yang kemauannya
tinggi untuk menjadi penulis misalnya, maka ia akan terus berusaha dan
belajar serta berlatih menulis. Sementara yang sudah memiliki kemampuan
menulis—meski belum mahir benar—tetapi jika kemampuannya tidak diasah
terus secara konsisten, maka ia akan mudah disalip oleh yang hanya
mengandalkan kemauan di tahap awal. Mereka yang kuat kemauannya dan
terus berlatih, akan memiliki kemampuan juga pada akhirnya. Cepat atau
lambat.
Saya sendiri merasa lebih sering terinspirasi dari bacaan atau
perkataan dan perbuatan orang lain. Meskipun ia tidak memberikan
motivasi secara langsung kepada saya. Contohnya, ketika saya membaca
sebuah quote menarik dari Syaikh Sayyid Quthb dalam sebuah
artikel, “Jari telunjuk yang setiap hari memberi kesaksian tauhid kepada
Allah saat shalat, menolak menulis satu kata pengakuan untuk penguasa
tiran”. Subhanallah.
Melalui quote ini, jujur saya terinspirasi
untuk menguatkan keyakinan saya bahwa hanya Allah Swt. yang wajib
disembah dan ditaati serta diakui sebagai satu-satunya pencipta. Bukan
yang lain. Saya pun terinspirasi untuk terus menulis dengan tujuan
menyampaikan kebenaran Islam. Dan, berazzam untuk tidak pernah mengakui
sesuatu yang bertentangan dengan akidah Islam. Insya Allah.
Begitupun saya merasa terinspirasi ketika saya membaca sebuah tulisan
yang memuat pernyataan tokoh pergerakan sekelas KH M Isa Anshary.
Beliau menuliskan bahwa, “Revolusi-revolusi besar di dunia selalu
didahului oleh jejak pena dari seorang pengarang. Pena pengarang
mencetuskan suatu ide dan cita, menjadi bahan pemikiran pedoman
berjuang”. Jika beliau saja yang sudah banyak makan asam-garam kehidupan
dan perjuangan tetap percaya bahwa revolusi digerakkan dari ide-ide
yang ditulis oleh para penulis,maka saya yang sedang merintis dan berada
di jalur perjuangan harus semakin percaya diri untuk menempuhnya dan
membuktikan bahwa saya bisa menulis untuk menginspirasi dan menggerakkan
banyak orang. Insya Allah.
Dalam melatih kemampuan menulis, saya juga tidak anti untuk
mendapatkan inspirasi dari penulis lainnya. Michael Crichton salah
satunya, ia menuliskan pesan inspiratif, “Sebuah karya akan memicu
inspirasi. Teruslah berkarya. Jika Anda berhasil, teruslah berkarya.
Jika Anda gagal, teruslah berkarya. Jika Anda tertarik, teruslah
berkarya. Jika Anda bosan, teruslah berkarya.” Karena sebuah karya akan
menginspirasi banyak orang, maka saya sering menyiapkan diri untuk
‘menghidangkannya’ kepada pembaca tulisan-tulisan saya. Semaksimal
kemampuan saya.
Baiklah, mengakhiri tulisan ini, sesuai dengan judulnya, saya akan
menjawab pertanyaan yang saya jadikan sebagai judul tulisan ini: ya,
kita butuh motivasi (termasuk menurut saya, inspirasi) dari orang lain.
Tetapi, peran kita tetap menentukan langkah kita sendiri. Para
inspirator dan motivator, kelas dunia sekalipun, tak akan mampu menolong
keterpurukan kita jika kita tak mau berubah. Mereka bisa berhasil
karena kita bekerjasama dengan mereka. Kita mengikuti sarannya, dan
mengembangkannya lebih hebat.
Semoga kita siap mengubah diri kita, baik
awalnya terinspirasi dan termotivasi dari orang lain, ataupun kita
sendiri yang merenung dan melakukan usaha maksimal sehingga inspirasi
itu muncul dari hasil kreasi kita. Apapun itu, yang penting: tuliskan
apa yang Anda kerjakan dan kerjakan apa yang Anda tulis. Sebab, di
situlah inspirasi dan motivasi terbesar yang (telah) kita miliki.
Setidaknya, menurut saya. Bagaimana menurut Anda?
Salam,
Suka Artikel Ini? Silahkan bagikan dengan cara klik Ikon Sosial Media dibawah ini:
Tweet |
No comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum. Pengunjung yang baik tidak pergi begitu saja ^_^
Silahkan beri komentarmu tentang artikel ini. Jazakumullahu khairan