30 January 2013

Terus GW Mesti Bilang Wow Gitu ?? Tak Usah lah Ya..

Terus GW Mesti Bilang Wow Gitu ?? Tak Usah lah Ya..
Terus gw mesti bilang wow gitu?” Ini dia kata-kata yang sedang happening banget. Dipopulerkan oleh sebuah sinetron remaja, hingga sekarang bukan cuma remaja saja yang latah nyeletuk pakai kata-kata itu. Anak-anak sampai ibu-ibu pun ikut-ikutan.
 
Terus, apa kita harus salto sambil bilang wow karena fenomena ini? Ya tidak harus, tapi kalau mau salto dari puncak gedung lantai 100, silakan saja kalau berani. :-P
 
Kata “wow” biasanya diucapkan bila melihat sesuatu yang menakjubkan. Tapi, apakah kita harus selalu bilang wow bila menemukan sesuatu yang menakjubkan? Tidak usah !!. Karena sebenarnya ada kalimah thoyibah, atau kata-kata baik yang berpahala bila kita ucapkan saat melihat sesuatu yang menakjubkan.
 
Ucapkanlah “Masya Allah” bila bertemu dengan hal yang menakjubkan itu. Ini sesuai dengan yang dituntun oleh Al-Qur’an serta kebiasaan dalam bahasa Arab.
 
Tuntunan dalam Al-Qur’an bisa kita temui dalam surat Al-Kahfi ayat 37: “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS 18:39)
 
Dalam lisan bahasa Arab pun terbiasa mengucapkan Masya Allah pada hal-hal yang mengagumkan dan menakjubkan. Mereka tidak berkata wow sambil salto tujuh kali ke belakang melewati pohon kurma. Tapi walaupun ini kebiasaan orang Arab, kebiasaan ini bernilai pahala karena ada dzikir dalam ucapannya. Beda dengan kata “wow” yang tidak ada makna dzikir. Dan jangan berpikiran berlebihan bahwa mengganti kata wow dengan Masya Allah adalah arabisasi. Ini ibadah kok.
 
Bagaimana dengan kata Subhanallah? Ini adalah termasuk kalimah thoyyibah. Hanya saja, sering terjadi kesalahan kondisi pengucapan pada masyarakat kita. Subhanallah sering diucapkan oleh masyarakat kita bila menemui hal yang menakjubkan. 

Padahal dalam Al-Qur’an, kata subhanallah sendiri dipakai untuk mensucikan Allah dari hal-hal yang tidak pantas.
 
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau (Subhanaka). Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.
(QS 34: 40-41)
 
“Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah (subhanallah), dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”
(QS 12: 108)
 
Kita perlu menyesuaikan pengucapan kalimah thoyibah dengan tuntutan Al-Qur’an. Bila bertemu hal yang menakjubkan, ucapkan Masya Allah. Bila bertemu hal yang tak pantas, misalnya ada teman yang curhat: “Kenapa ya Tuhan gak mau mengizinkan gw lepas dari status jomblo,” ucapkan “Subhanallah. Maha Suci Allah dari tuduhan kamu…” Seperti itu lah.
 
Juga ada kalimah thoyyibah: Allahu Akbar. Ini pun bila bertemu dengan sesuatu yang menakjubkan. Kita sudah paham artinya: Allah Maha Besar. Ucapan Allahu akbar saat melihat yang mengagumkan menandakan kita kagum pada Pencipta Hal Yang Menakjubkan Itu.
 
Kata Allahu akbar dan subhanallah juga diucapkan dalam perjalanan. Bila kita berjalan dan menemukan jalanan mendaki, ucapkan Allahu akbar. Bila bertemu jalan menurun, ucapkan subhanallah.
 
“Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih” 
(HR. Bukhari)
 
Ada banyak kalimah thoyibah lain. Misalnya ucapan istirja’ bila menemukan musibah. Yaitu kalimat: Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Inilah tuntunan Al-Qur’an untuk kita.
 
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
(QS 2:155-156)
 
Misalnya ada teman yang ngadu pada kita, “Bro, kacau bro, ban motor gw kempes diantup tawon,” jangan ucapkan: “Terus gw harus ngunyah sarang tawon sambil bilang wow gitu?” Ada ucapan yang lebih baik yaitu Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Jangan salah kaprah menyangka ucapan ini hanya bila mendengar kabar kematian.
 
Bagaimana bila mendapati sesuatu yang menyenangkan. Juga tidak perlu bilang wow. Apalagi sambil ngemut tugu monas. Ucapkan “Alhamdulillah”. Inilah tuntunan dalam Islam.  Ucapan ini tanda syukur kita kepada Allah. Syukur secara lisan. Masih menanti syukur dalam bentuk perbuatan.
 
Bila memulai sesuatu, Islam menuntun kita untuk membaca basmallah. “Bismillahirrohmanirrohiim”. Bukan kata wow. Masa’ hendak makan kita bilang wow dulu? :-D
 
Dan bila melakukan perbuatan kesalahan, beristighfarlah!! Ucapkan “Astaghfirulla hal ‘adzim.” Aduh, jangan sampe setelah kita berbuat dosa dengan melawan orang tua, kita malah ambil speaker keliling kampung untuk bilang wow. Na’udzubillahi min dzalik. (Semoga kita dilindungi Allah dari perbuatan demikian. Ini juga kalimah thoyyibah agar terlindung dari hal-hal buruk. Jangan bilang wow bila bertemu hal buruk.). Manusia memang tak lepas dari dosa, tapi ada kalimah thoyyibah istighfar yang membersihkan dari dosa. Bilang wow malah kesannya bangga sehingga dosa malah makin besar.
 
Itulah kalimah thoyyibah yang seharusnya kita ucapkan sebagai muslim. Pada berbagai kondisi, ada pahala yang menanti kita bila mengucapkan kalimah thoyyibah. Itulah indahnya Islam, ada banyak jalan untuk mencapai kebaikan. Wow.. eh… Allahu akbar..!!:-)

readmore »»  



Andaikan Lelaki Tahu

Andaikan Lelaki Tahu
Andai lelaki tahu. Apabila seorang perempuan jatuh cinta, lelaki itu tidak semestinya punya segalanya tetapi lelaki itu adalah segalanya di hatinya.

Andai lelaki tahu. Apabila seorang perempuan itu mengalirkan air mata, itu bukan bermakna dia lemah, tetapi dia sedang mencari kekuatan untuk terus tabah mencintai lelaki itu.

Andai lelaki tahu. Apabila seorang perempuan marah, memang dia tidak mampu mengawal perasaannya tapi percayalah, itu maknanya dia sangat mengambil berat dan menyayangi lelaki itu.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan cerewet, dia tidak pernah bermaksud untuk membuatmu risih, tapi dia mau lelaki mengenalinya dengan lebih dekat.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan berkata dia mau kamu berubah, itu bukan bermakna dia tidak mau menerima kamu seadanya, tetapi dia mau menjadikan kamu lebih baik, bukan untuk dirinya, tetapi untuk masa depan kamu.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan cemburu dan tidak percayakan kamu, bukan bermakna dia tidak sayang. Tetapi, dia terlalu sayang kamu dan masih mengangap kamu anak kecil yang masih memerlukan sepenuh perhatian. Terkadang dia terlalu risau sekiranya terlalu percaya, kamu akan mengkhianati kepercayaan yang diberi. Naluri keibuannya sangat kuat. Dia hanya mau yang terbaik untuk kamu.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan merajuk, jangan kata dia mengada-ngada. Dia bukannya mau dipujuk dengan uang atau hadiah, tetapi cukup dengan perhatian yang boleh buat perempuan merasa dihargai.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan jarang mengatakan ‘i love you’, itu tidak bermaksud dia tidak mencintai kamu, tetapi dia mau lelaki itu merasai sendiri cintanya, bukan hanya hadir dari kata-kata tetapi juga melalui bahasa tubuhnya.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan bilang dia rindu sama kamu, dia benar-benar merindukanmu.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan bilang lelaki lain itu lebih baik dari kamu, jangan percaya kata-katanya karena dia hanya mau menguji kamu. Dia mau melihat sejauh mana kamu sanggup menjadi yang terbaik di matanya. Walaupun sebenarnya memang kamulah yang terbaik di hatinya. Selagi dia denganmu, percayalah, walaupun perempuan menganggap masih banyak lagi yang lebih baik di matanya tetapi di hatinya, kamu tetap yang terbaik.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan menjadi tengking (keras sikapnya), dia bukan bermaksud untuk menjadi tengking, tapi dia mau melihat sejauh mana lelaki itu mampu bersabar dengan sikapnya. Percayalah, hati perempuan itu sangat lembut.

Andai lelaki tahu. Apabila perempuan berkata, “tolong tinggalkan saya!”, dia tidak bermaksud menyuruhmu pergi selamanya. Dia hanya mau menenangkan fikirannya sebentar saja. Apabila dia kembali tenang, percayalah dia akan mencari kamu lagi. Itu tandanya dia benar-benar mencintaimu. Perempuan sulit untuk mengawal perasaan. Dia terlalu emosional. Tapi dialah yang paling menyayangimu dan sangat sensitif dengan perubahan pada dirimu.

Andai lelaki tahu. Sebenarnya Allah menciptakan lelaki dan perempuan itu dengan perbedaan yang tersendiri. Tetapi sekiranya mereka saling memahami, mereka akan saling melengkapi dan menyempurnakan.

Perempuan itu diciptakan oleh Allah indah sekali. Di sebalik air matanya, tersimpan seribu satu kekuatan yang bakal menjadikan seorang lelaki itu merasa selamat bersamanya. Biarpun sebenarnya perempuan itu tampak lemah tapi dia punya kekuatan tersendiri yang bisa menggoncang dunia dan mungkin bisa pula membuat lelaki menjadi lemah karenanya.

Jadi hargailah kehadiran seorang perempuan dalam hidup anda kerana dia didatangkan bukan dengan kelemahan saja, tetapi dia juga ada kekuatan untuk menyokong kamu dan membuatkan hidup kamu lebih sempurna. Dialah yang bakal menjadi perempuan berjaya, isteri juga ibu yang terbaik untuk anak-anakmu.

Wallahu a’lam bishawab…
readmore »»  



Janganlah Ragu Akan Janji Allah

Janganlah Ragu Akan Janji Allah
“Janganlah engkau menjadi ragu akan janji Allah ketika janji tersbut tertunda atau bahkan tidak terwujud, sekalipun telah ditentukan waktunya, agar tiadalah terjadi dengan demikian itu pengurangan basihrohmu (penglihatan mata hati) dan pemadaman cahaya sariroh (rahasia batin)” (Al-Hikam bagian 7)”

Allah banyak sekali memberikan janjinya kepada manusia, janji itu bisa dikategorikan janji umum dan janji khusus, Janji umum banyak terdapat di dalam al-Quran seperti janji surga terhadap orang yang berbuat kebajikan, janji neraka terhadap orang yang durhaka, janji ketinggian derajat bagi orang yang berjihad pada jalan Allah, janji kekuasaan di atas muka bumi terhadap orang yang beriman dan beramal salih dan lain-lain lagi. 

Di dalam surah an-Nisaa’ ayat 95 Allah  menjanjikan ganjaran yang besar kepada orang yang berjihad pada jalan-Nya. Dalam surah an-Nur ayat 55 Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal salih bahwa mereka akan dijadikan khalifah di bumi, Dia akan teguhkan agama mereka dan Dia akan hilangkan ketakutan mereka.

Banyak lagi janji Allah yang ada di dalam al-Quran. Janji-janji Allah secara umumnya berkaitan dengan amal, sesuai dengan sunnatullah yang menguasai perjalanan kehidupan. Ada juga janji secara khusus kepada orang-orang tertentu, misalnya melalui mimpi atau suara ghaib. Orang yang beriman dengan Allah s.w.t percaya kepada janji-janji-Nya. 

Janji Allah menjadi motivasi kepada mereka untuk bekerja keras, beramal salih dan berjihad pada jalan-Nya. Allah tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Di dalam golongan yang percaya kepada janji-janji Allah itu ada sebagian yang berpenyakit seperti yang dihidapi oleh sebilangan orang yang berdoa kepada Allah. Orang yang berdoa membuat tuntutan dengan doanya dan orang yang percaya kepada janji Allah membuat tuntutan dengan amalnya, kerana Allah berjanji memberinya sesuatu menurut amalannya.

Contohnya ada orang yang ingin melunasi hutang lantas ia berdoa dengan keyakinan bahwa do’anya akan di ijabah oleh Allah dan hutangnya akan lunas, dia berdoa terus tetapi sampai tiba waktunya penagihan hutang ternyata ia juga belum juga menemukan solusi atas permasalahannya tersebut, awalnya ia yakin tetapi sampai pas penagihan hutang belum juga ada solusi lalu ia mulai ragu dengan janji Allah. Ketika ragu dengan janji Allah maka menurut Ibnu At-Thoilah orang ini akan di kurangi nikmat keimanannya dengan dikuranginya ketajaman bashiroh (penglihatan hati) dan cahaya hidayah Allah berupa Sariroh akan padam.

Kalau di ibaratkan bahwa basiroh itu adalah matanya hati maka sariroh adalah cahayanya. Mata hati walaupun terbuka tetap saja tidak berfungsi jika tidak ada cahaya, dan hal yang akan mematikan sariroh adalah meragukan janji-janji Allah dengan selalu menuntut janji Allah segera terlaksana sesuai kehendaknya.

Hal ini terjadi karena orang yang berdoa tadi menggantungkan harapannya pada amal dan doa dia bukan pada kehendak Allah, maka ketika kehendak Allah berbeda dengan kehendak dia maka akan timbul benih keraguan dalam dirinya terhadap janji-janji Allah. Maka sangat di anjurkan sekali kita berdoa dengan doa yang di ajarkan Allah kepada Ashabul kahfi, do’a ini adalah agar kita diberi petunjuk oleh Allah agar kehendak kita bisa sama dengan kehendak Allah, firman Allah SWT :

“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi ayat 10)

Bashiroh (penglihatan hati) berfungsi untuk memahami kebenaran perkara-perkara gaib. Bashiroh akan terbuka jika seseorang sudah tidak lagi gelisah dengan sesuatu yang di janjikan Allah yakni rezeki dan memfokuskan diri untuk mengabdi kepada Allah artinya mengabdikan diri adalah memfokuskan semua aspek kehidupan dia untuk beribadah, shalat karena Allah, zakat karena Allah, puasa karena Allah, bekerja karena Allah, ketika Allah yang jadi tujuan maka ia sudah tidak lagi mempersolakan berapa imbalan yang ia akan dapatkan dari Allah. Maka hidup ia akan tenang karena ia yakin kepada Allah.

Hal yang menutup bashiroh adalah hati yang dikuasai nafsu, maka untuk membuka bashiroh hal pertama yang harus dilakukan adalah menundukan nafsu pada Allah, menyerah total pada Allah, menyerahkan pada Allah, biar Allah yang mengarahkan dan menempatkan nafsu di tempat yang benar, bukan menyerahkan pada akal karena akan tidak cukup kuat untuk mengendalikan nafsu. Dan yang akan membutakan mata hati adalah kesungguhan kita dalam meraih sesuatu yang sudah dijamin Allah (yakni rezeki) sehingga melalaikan kewajiban manusia sebagai seorang hamba.

Hari ini saya belum mengetahui banyak mengenai sariroh, namun hasil kesimpulan saya dari pada membaca kita al-hikam ibnu At-Thoilah sariroh atau sir adalah sebuah alat penghubung komunikasi antara Allah sebagai sang pencipta dengan mahkluknya termasuk manusia, mengenai wujud sir itu hanya Allah yang tau wujudnya seperti apa, ketika seseorang sudah mendapatkan karunia berupa cahaya sariroh yang Allah berikan lewat bashiroh (penglihatan hati), maka orang ini akan mengalami kondisi tauhid yang tinggi, dia akan merasakan bahwa Allah sangat dekat dengan dia, seperti yang Allah gambarkan dalam firman Allah SWT :

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (Qaff ayat 16)
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (Al-Hadid ayat 4)

Sariroh ini diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang haqqul yakin mempercayai Allah dan janji-janji Allah, dan ketika ia berdoa agar doanya di ijabah oleh Allah lalu pada zahirnya doanya tersebut tidak menjadi kenyataan maka ia tidak akan sedikitpun berkurang keimananya akan janji-janji Allah, janji-janji Allah di imani betul-betul dan dijadikan mereka sebagai motivasi bagi mereka untuk beribadah kepada Allah tanpa ragu sedikitpun dan tanpa mempertanyakan kapan janji Allah akan terwujud. Yang mematikan cahaya Allah masuk kedalam jiwa manusia adalah manusia menginginkam kehendak. Allah sesuai dengan kehendaknya, padahal Allah maha tahu apa yang sebenarnya terbaik untuk kita, boleh jadi apa yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah baik, seperti dalam memilih pasangan hidup boleh jadi menurut kita tidak suka tetapi itu baik menurut Allah, karena kalau menurut Allah itu baik maka itu akan memberi manfaat bagi kita,

Firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. 
(An-Niasa ayat 19)

Bagaimana mungkin seorang hamba akan menuntut kepada Allah dengan doa dan amalnya sedangkan do’a dan amal yang ia lakukan adalah karunia dari Allah.

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
(At-Takwir ayat 29)

Memang benar Allah memberikan janji kepada hamba-Nya tapi tidak patut kiranyanya kalau kita harus menuntut janji Allah kepada karena kalau Allah mempertanyakan tentang tanggung jawab kita atas nikmat yang Allah berikan kepada kita nicaya semua amal dan do’a kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan rahmat yang telah Allah berikan kepada kita. Amal yang kita lakukan hanyalah buih diantara lautan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Cukuplah kita meyakini bahwa semua janji Allah pasti akan ditunaikan oleh Allah sesuai dengan kehendak Allah. Dan kita jadikan janji Allah itu sebagai motivasi kita untuk lebih giat lagi dalam taat kepada Allah.

Contohlah para sahabat nabi bagaimana mereka mengimani janji Allah swt. Suatu saat Nabi Muhammad SAW menerima janji Allah berupa mimpi memasuki kota Mekah, para sahabat mempercayai bahwa mimpi Rasulullah adalah mimpi Rasulullah adalah janji Allah kepada Rasulullah dan kaum muslimin, padahal saat itu kaum muslimin belum terlalu kuat untuk menaklukan kota mekah yang saat itu dikuasai oleh kaum kafir Qurais, lalu kaum musliminpun berangkat dari Madinah ke Mekah.

Ditengah perjalanan rombongan kaum muslimin di hadang oleh kaum kafir qurais, mereka tidak mengijinkan Rasulullah dan rombongan memasuki kota Makkah. buntut dari pertemuan itu tercetuslah sebuah perjanjian antara kaum muslimin dengan kaum kafir qurais yang disebut dengan perjanjian hudaibiyah, isi perjanjian tersebut diantaranya adalah kaum muslimin tidak memasuki kota Mekah pada tahun itu.

Rasulullah pun menyetujui isi perjanjian tersebut, Sahabat Umar bin Khatab dengan Cahaya sir nya meyakini bahwa mimpi Rasulullah itu adalah sebuah janji Allah maka Umar memaksa Nabi untuk memasuki kota Mekah walaupun dengan cara berperang, Umar sangat yakin dengan janji Allah sehingga ia tidak lagi melihat segala rintangan yang menghadang agar janji Allah segera terwujud. Sedangkan Abu Bakar yang Nur Sarirohnya lebih sempurna dari Umar lebih sepakat dengan keputusan Rasulullah menyetujui keputusan Rasulullah menyepakati perjanjian hudaibiyah.

Abu Bakar adalah orang yang paling beriman setelah Nabi, dia mengetahui bahwa janji Allah pasti terlaksana, walaupun waktunya aga tertunda, dia meyakini bahwa tindakan Nabi tidak serta merta menyetujui perjanjian kalau tidak ada maskud yang terkandung dari tindakan Nabi.

Dan ternyata perjanjian hudaibiyahpun banyak memberi manpaat bagi kaum muslimin, dimana selama setahun penundaan memasuki kota mekah, umat islam semakin kuat dan banyak diantara kaum kafir qurais yang masuk islam selama proses penundaan memasuki kota Mekah, dan pada tahun berikutnya kaum muslimin pun memasuki kota Mekah dengan aman, dan akhirnya benarlah apa yang dimimpikan oleh rasulullah, bahwa pada ahirnya kaum musliminpun bisa memasuki kota mekah, begitulah Rasulullah dan para sahabat dalam menyikapi janji Allah, mereka menerima janji Allah sebagai sesuatu yang wajib diyakini dengan cara bertawakal dalam proses pelaksanaanya, bilamana pada kenyataanya terjadi halangan dalam pelaksanaan janji Allah yang menyebabkan tertundanya realisasi dari janji Allah.

Mereka tidak menagih janji Allah tetapi sebaliknya Rasulullah dan para sahabat mengembalikan semua kepada Allah. Ketika diserahkan sepenuhnya kepada Allah maka Allah anugerahkan Perjanjian hudaibiyah yang sangat membantu proses perkembangan dakwah islam, begitulah Allah dalam merealisasikan janji-Nya Allah tidak akan pernah melupakan janji-Nya.

Peristiwa di atas memberi pengajaran kepada kita tentang Sir. Saidina Abu Bakar as-Siddik r.a melebihi sahabat-sahabat yang lain lantaran Sirnya, yaitu Rahsia pada hati nuraninya yang menghubungkannya dengan Allah s.w.t. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik. Beliau r.a dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w tanpa usul. Beliau r.a membenarkan peristiwa Israk dan Mi'raj ketika kebanyakan kaum Quraisy menafikannya.

Abu Bakar r.a bukanlah seorang dungu yang bertaklid secara membuta tuli. Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui oleh Sirnya yang memperolehi pengesahan daripada Allah s.w.t. Cahaya kebenaran yang keluar daripada Rasulullah s.a.w dan cahaya kebenaran yang keluar dari Sir Abu Bakar r.a adalah sama, sebab itulah Abu Bakar r.a membenarkannya tanpa usul dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi yang diperlukan apabila Sir telah mendapat jawapan daripada Allah s.w.t. Sir atau Rahsia Allah s.w.t itulah yang tidak bercerai tanggal daripada Allah s.w.t, sentiasa. menghadap kepada Allah s.w.t dan mendengar Kalam Allah s.w.t. Sir itulah yang mengenal Allah s.w.t

Kemurnian Sir Abu Bakar as-Siddik r.a ternyata lagi ketika kewafatan Rasulullah s.a.w. Umar r.a yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat yang melahirkan cinta yang mendalam terhadap Rasulullah s.a.w, Kekasih Allah s.w.t, dikuasai kecintaan itu, beliau r.a mahu memancung kepala sesiapa sahaja yang mengatakan Rasulullah s.a.w sudah wafat.

Tetapi, Abu Bakar r.a, yang kecintaannya terhadap Rasulullah s.a.w mengatasi kecintaan Umar r.a mampu mengatakan, “Sesiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. Sesiapa yang menyembah Allah s.w.t maka Allah s.w.t tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah murninya cahaya atau nur  yang diterima oleh Abu Bakar r.a di dalam hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya mahu memahami hakikat Sir maka fahamilah diri Saidina Abu Bakar as- Siddik r.a. Mengenali beliau r.a membuat seseorang mengenali tanda-tanda Sir. by. http://filsafat.kompasiana
readmore »»  



Jangan Terlalu Banyak Tertawa (Hadits)

Jangan Terlalu Banyak Tertawa
Orang yang terlalu banyak tertawa dalam Islam.
Akibat Banyak Tertawa

Dalam satu keterangan dikatakan bahwa orang yang banyak tertawa akan disiksa dengan sepuluh macam siksaan yaitu:

1). Hati akan mati
2). Tidak punya rasa malu
3). Disenangi oleh syaitan
4). Dibenci oleh Allah Yang Maha Penyayang
5). Dihisab pada hari kiamat
6). Dikutuk oleh malaikat
7). Dibenci oleh ahli langit dan bumi

8). Lalai dalam banyak hal
9). Nabi akan berpaling padanya
10). Akan mendapat rasa malu

Tertawanya Rasulullah SAW adalah berupa senyuman. Kalau pun lebih dari gambaran senyuman, maka gusi beliau kelihatan ketika tertawa, dan itu merupakan tertawa yang merupakan karisma (keperibadian), tidak mengeluarkan suara, terbahak-bahak atau sejenisnya.

Daripada Aisyah r.a., dia berkata: “Sekali pun aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berlebih-lebihan ketika tertawa hingga aku lihat anak lidahnya. Tertawa beliau hanya berupa senyuman.” 
(HR Bukhari & Muslim). 

Daripada Abu Dzar r.a., dia berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah tertawa selain daripada senyuman” 
(HR Muslim & Ahmad).

Daripada Abu Hurairah r.a., bersabda Rasulullah SAW: “Jangan kalian banyak tertawa, kerana banyak tertawa itu mematikan hati.” 

Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika kamu tahu apa yang aku tahu niscaya kamu banyak menangis dan sedikit tertawa.” 

Sabdanya lagi: “Siapa yang berbuat dosa dalam tertawa, akan dicampakkan ke neraka dalam keadaan menangis”.

Hassan al-Banna juga pernah berpesan: “Janganlah banyak tertawa, kerana hati yang sentiasa berhubung dengan Allah itu, selalunya tenang dan tenteram.” 

Pesannya lagi: “Janganlah bergurau, kerana umat yang sedang berjuang itu tidak mengerti melainkan bersungguh-sungguh dalam sembarang perkara. Tertawa yang berlebihan tanda lalai dan kejahilan. Tertawa seorang ulama dunia hilang ilmu, hilang wibawanya. Tertawa seorang jahil, semakin keras hati dan perasaannya”.

Seorang Hukama pernah bersyair: “Aku hairan dan pelik, melihat orang tertawa kerana perkara-perkara yang akan menyusahkan, lebih banyak daripada perkara yang menyenangkan.” Golongan salafussalih menangis walaupun banyak beramal, takut tidak diterima ibadahnya, Kita tertawa walaupun sadar diri kosong dari amalan.

Tanyailah orang-orang salih mengapa dia tidak berhibur: “Bagaimana hendak bergembira sedangkan mati itu di belakang kami, kubur di hadapan kami, kiamat itu janjian kami, neraka itu memburu kami dan perhentian kami ialah ALLAH”.  by. http://ae89crypt5
readmore »»  



Bersikap Muahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Muaqabah Dalam Membangun Hari Esok Yang Lebih Baik

bermujahadah
Bersikap Muahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Muaqabah dalam Membangun Hari Esok yang lebih baik.

Oleh : H. Mas’oed Abidin


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr : 18)

Adalah menjadi kewajiban setiap orang merancang dan mempersiapkan hari esok yang lebih baik.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa seorang akan merugi kalau hari esoknya sama saja dengan hari ini, bahkan dia menjadi terkutuk jika hari ini lebih buruk dari kemarin. 


Seseorang baru dikatakan bahagia, jika hari esok itu lebih baik dari hari ini.


Membangun hari esok yang baik, sesuai dengan ayat (wahyu Allah SWT) di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan di akhiri dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berfikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah dengan taqwa.

Semestinya orang Mukmin punya langkah antisipatif terhadap kemungkinan yang dapat terjadi esok disebabkan kelalaian hari ini.

Seorang mukmin sudah dapat memprediksi dan mempersiapkan hari esok yang lebih baik, dinamis, lebih mapan, lebih produktif dari pada hari ini.

Simpulannya, mesti ada peningkatan prestasi dari hari ke hari. Hari esok dapat berarti masa depan dalam kehidupan pendek di dunia ini.

Hari esok juga berarti pula hari esok yang hakiki, yang kekal abadi di akhirat kelak.

Hari esok mesti dirancang harus lebih baik dari hari ini, dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan melaksanakan lima “M ” ; yaitu Mu’ahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Mu’aqabah.[1]


1. Mu’ahadah

Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT. Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam gaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.

Kontrak tauhid ini terjadi ketika manusia masih dalam keadaan ruh belum berupa materi (badan jasmani). Karena itu, logis sekali jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid tersebut.

Mu’ahadah konkritnya diikrarkan oleh manusia mukmin kepada Allah setelah kelahirannya ke dunia, berupa ikrar janji kepada Allah. Wujudnya terefleksi minimal 17 kali dalam sehari dan semalam, bagi yang menunaikan shalat wajib, sebagaimana tertera di dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami sembah, dan engkau semata pula tempat kami menyandarkan permohonan dan permintaan pertolongan.

Ikrar janji ini mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah. Mengakui tidak ada lain yang berhak disembah dan dimintai pertolongan, kecuali hanya Allah semata.

Tidak ada satupun bentuk ibadah dan isti’anah (Permintaan Pertolongan) yang boleh dialamatkan kepada selain Allah SWT.[2]

Mu’ahadah yang lain adalah ikrar manusia ketika mengucapkan kalimat “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya kuperuntukkan (ku-abdikan) bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam.”


2. Mujahadah

Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya manusia.

Dengan beribadah, manusia menjadikan dirinya ‘abdun (hamba) yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada Ma’bud (Allah Maha Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib berbakti (beribadah).

Mujahadah adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Allah, sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Di antara perintah Allah SWT kepada manusia adalah untuk selalu berdedikasi dan berkarya secara optimal.

Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat: 5,

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.”

Orang-orang yang selalu bermujahadah merealisasikan keimanannya dengan beribadah dan beramal shaleh dijanjikan akan mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk menuju (ridha) Allah SWT hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah diberikan kepada yang terus bermujahadah dengan istiqamah.

Kecerdasan dan kearifan akan memandu dengan selalu ingat kepada Allah SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu dan syetan yang terus menggoda.

Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah (menyaksikan) keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.

Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah sebenarnya yang disebut mujahidin ‘ala nafsini wa jawarihihi, yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya.

Syeikh Abu Ali Ad Daqqaq mengatakan: “Barangsiapa menghias lahiriahnya dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah.”

Imam Al Qusyairi an Naisaburi [3] mengomentari tentang mujahadah sebagai berikut:

« Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari kebaikan; Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua ingkar terhadap ketaatan.

Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.

Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar.

Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah.

Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya sangatlah sulit. »

Mujahadah adalah suatu keniscayaan yang mesti diperbuat oleh siapa saja yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan taqwa.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيد ِ * إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ * مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Dan sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan adal di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Qaaf: 16-18).


3. Muraqabah

Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.

Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.

Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, « “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.” »

Syeikh Abu Utsman Al Maghriby mengatakan, « “Abu Hafs mengatakan kepadaku, ‘manakala engkau duduk mengajar orang banyak jadilah seorang penasehat kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh ramainya orang berkumpul di sekelilingmu, sebab mungkin mereka hanya melihat wujud lahiriahmu, sedangkan Allah SWT memperhatikan wujud batinmu.” »

Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.

Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.

« Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun dan di manapun engkau berada.

Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau realisasikan dalam hidupmu. Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri.

Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin, karena malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah SWT Maha Mengetahui segala hal di dalam batin.

Seharusnya engkau malu kepada Allah SWT dalam setiap kesempatan dan seyogyanya hukum Allah SWT menjadi pegangan dlam keseharianmu.

Jangan engkau turuti hawa nafsu dan bisikan syetan, jangan sekali-kali engkau berbuat riya’ dan nifaq. Tindakan itu adalah batil. Kalau engkau berbuat demikian maka engkau akan disiksa.

Engkau berdusta, padalah Allah SWT mengetahui apa yang engkau rahasiakan. Bagi Allah tidak ada perbedaan antara yang tersembunyi dan yang terang-terangan, semuanya sama.

Bertaubatlah engkau kepada-Nya dan dekatkanlah diri kepada-Nya (Bertaqarrub) dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.” » [4]

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إلاَّ مَا سَعَى وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ اْلأَوْفَى وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya DIA yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya DIA yang mematikan dan yang menghidupkan.” (QS. An-Najm: 39-44)


4. Muhasabah

Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.

Dengan melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. melaksanakan shalat shubuh. Selesai salam, ia menoleh ke sebelah kanannya dengan sedih hati. Dia merenung di tempat duduknya hingga terbit matahari, dan berkata ;

« “Demi Allah, aku telah melihat para sahabat (Nabi) Muhammad SAW. Dan sekarang aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka sama sekali. Mereka dahulu berdebu dan pucat pasi, mereka melewatkan malam hari dengan sujud dan berdiri karena Allah, mereka membaca kitab Allah dengan bergantian (mengganti-ganti tempat) pijakan kaki dan jidat mereka apabila menyebut Allah, mereka bergetar seperti pohon bergetar diterpa angin, mata mereka mengucurkan air mata membasahi pakaian mereka dan orang-orang sekarang seakan-akan lalai (bila dibandingkan dengan mereka).” »

Muhasabah dapat dilaksanakan dengan cara meningkatkan ubudiyah serta mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Berbicara tentang waktu, seorang ulama yang bernama Malik bin Nabi berkata ; « “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali ia berseru, “Wahai anak cucu Adam, aku ciptaan baru yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.” » [5]

Waktu terus berlalu, ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Allah SWT bersumpah dengan berbagai kata yang menunjuk pada waktu seperti Wa Al Lail (demi malam), Wa An Nahr (demi siang), dan lain-lain.

Waktu adalah modal utama manusia. Apabila tidak dipergunakan dengan baik, waktu akan terus berlalu. Banyak sekali hadits Nabi SAW yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin.

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا َكثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَ الفَرَاغُ

“Dua nikmat yang sering disia-siakan banyak orang: Kesehatan dan kesempatan (waktu luang).” (H.R. Bukhari melalui Ibnu Abbas r.a).


5. Mu’aqabah

Muaqabah artinya pemberian sanksi terhadap diri sendiri. Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa berat, seperti berinfaq dan sebagainya.

Kesalahan maupun dosa adalah kesesatan.

Oleh karena itu agar manusia tidak tersesat hendaklah manusia bertaubat kepada Allah, mengerjakan kebajikan sesuai dengan norma yang ditentukan untuk menuju ridha dan ampunan Allah.

Berkubang dan hanyut dalam kesalahan adalah perbuatan yang melampaui batas dan wajib ditinggalkan.

Di dalam ajaran Islam, orang baik adalah orang yang manakala berbuat salah, bersegera mengakui dirinya salah, kemudian bertaubat, dalam arti kembali ke jalan Allah dan berniat dan berupaya kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya untuk kedua kalinya.

Shadaqallahul’azhim. Allahu A’lamu Bissawab.


Catatan kaki ;

[1] Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’

[2] Demikian komentar Imam as Syaukani dalam kitab tafsirnya ‘Fathul Qadir’ dan Syeikh Ali As Shabuni dalam kitab tafsirnya ‘Shafwatut Tafaasir’.

[3] Kitab tasawuf, “Risalatul Qusyairiyah”.

[4] Syeikh Abdul Kadir Jailany memberikan nasehat kepada kita sebagaimana yang terdapat dalam kitabnya Al Fathu Arrabbaani wa Al Faidh Ar Rahmaani.

[5] Malik bin Nabi dalam bukunya Syuruth An Nahdhah

readmore »»  



29 January 2013

Man Jadda Wa Jada (Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil)

Man Jadda Wa Jada
Man Jadda Wa Jada” (barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka pasti akan berhasil). Begitulah pepatah mengatakan. Dengan kesungguhan tentunya apa yang dicita-citakan akan tercapai. Maka penulis berharap setelah dibuatnya makalah ini, motivasi kita dalam menjalani hidup ini akan semakin bertambah dan menjadi lebih baik.

Man Jadda Wa Jada, sebuah ungkapan yang mulai sering terdengar dalam kehidupan kita. Sepenggal mantra sakti yang memiliki makna yang kuat dan mampu memberikan semangat dalam kehidupan kita. “Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil”, begitulah arti ungkapan Arab ini. Man Jadda Wa Jada ini memanglah bukan hadits, tetapi sangatlah sesuai dan selaras dengan sunnatullah. Sebuah ketetapan yang mengisyaratkan manusia bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum selama kaum tersebut tidak berusaha merubahnya sendiri.
 
Kata kunci dalam pepatah ini ialah jadda atau bersungguh-sungguh.
Jadi, sejauh mana Anda sudah mengaplikasikan pepatah ini ialah sejauh mana Anda bersungguh-sungguh.
 
Mengukur Man Jadda Wa Jada Pada Diri Anda
 
Silahkan Anda periksa pertanyaan berikut dan jawablah dalam hati Anda. Silahkan Anda ukur diri Anda tanpa dalih tanpa alasan (jika bersungguh-sungguh ingin maju).
  • Sudahkah Anda bersungguh-sungguh melihat peluang. Coba lihat catatan Anda, sudah seberapa banyak potensi peluang yang Anda catat?
  • Seberapa dalam Anda meneliti sebuah ide ?
  • Seberapa banyak ide-ide yang sudah Anda lakukan?
  • Sudah berapa kali Anda gagal dan bangkit lagi mencoba?
  • Seberapa keras Anda mencari solusi masalah Anda?
  • dan sebagainya.
Man Jadda Wa Jada Belum Membumi Jika Masih Berdalih
 
Jika Anda masih suka mengatakan “tapi” sebagai dalih tidak berusaha, artinya Anda belum bersungguh-sungguh. Mungkin dalih Anda benar, tetapi tetap saja Anda tidak meraih apa yang Anda inginkan.
 
Jika Anda memang bersungguh-sungguh, akan selalu ada jalan untuk mencapai apa yang Anda inginkan. Akan selalu ada jalan untuk menyelesaikan masalah Anda. Potensi pikiran, hati, dan tubuh Anda sudah cukup untuk mengatasi masalah Anda. Sebesar apa pun masalah Anda. Begitu juga potensi Anda cukup untuk meraih pencapaian tertinggi yang bisa dicapai manusia. Semua orang memiliki potensi yang sama, yang berbeda ialah sejauh mana kita menggunakan potensi tersebut. Sejauh mana kita membumikan man jadda wa jada dalam hidup Anda.
 
Cara Membumikan Man Jadda Wa Jada
 
Langkah selanjutnya ialah kita harus membumikan Man Jadda Wa Jada, bukan hanya pepatah penghias dinding, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan kita.
  1. Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan mengalahkan rasa malas yang menghambat Anda untuk bertindak.
  2. Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan mencari cara mengatasi rintangan dan halangan yang ada di depan Anda.
  3. Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan berusaha melengkapi apa yang menjadi kekurangan Anda untuk meraih tujuan besar Anda.
  4. Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan belajar jika Anda belum bisa melakukan sesuatu yang diperlukan untuk meraih sukses.
  5. Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda tidak akan mudah berhenti, terus berpikir kreatif, mencoba dan mencoba sampai Anda menemukan jalan yang tepat.
Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda tidak akan kalah dengan alasan, 
justru akan berusaha mengatasi alasan tersebut.
 
Sudah menjadi fitrah insaniyah, bahwa setiap kita sesungguhnya sedang berproses untuk menjadi lebih baik. Yang harus kita lakukan dan usahakan hanyalah bersungguh-sungguh untuk itu. Membuat prioritas hidup dengan hanya melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat bagi kehidupan.
 
Berhentilah melihat hasil. Karna kita tidak dituntut untuk itu, selain dari apa yang kita usahakan. Nilai seseorang dihadapan Rabb-nya adalah dari apa yang diusahakannya. Pilihan aktifitas hidup apa yang dibuatnya. Seberapa besar usaha yang dilakukannya. Seberapa banyak bisa mendatangkan manfaat bagi orang lain. Dikatakan bernilai ketika dia melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat dan menghindarkannya dari keburukan. 

Melakukan amal kebaikan dan menjauhkan diri dari perilaku tercela. Memilih mentaati Rabb-nya dan menghindarkan diri melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan murka-Nya. Memperbanyak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan berhenti mengeluhkan apa yang tidak didapatkannya. Apa yang kita peroleh berbanding lurus dengan apa yang kita usahakan. Tidak akan tertukar dengan yang lain dan berpindah kepada yang lain. Yakinlah, bahwa piala hanya akan diberikan kepada mereka yang berhak mendapatkannya. Dan Anda bisa menjadi salah satunya.
 
Rabb yang mampu meninggikan langit, menghamparkan bumi dan mencukupi seluruh makhluq yang menghuni dintara keduanya, sungguh maha mampu mencukupi mulut manusia yang hanya beberapa senti ini. Jika kita merasa, Dia tidak mencukupi kebutuhan kita, maka yang sesungguhnya adalah kitalah yang tidak mengetahui apa yang kita butuhkan. Inilah tabiat manusia. Bahkan sekiranya Allah memberinya 2 lembah emas, dia akan memintanya 1 lembah lagi. Begitu seterusnya… “Sesunguhnya Allah mendindingi manusia dan hatinya, dan hanya kepada-Nyalah kita akan dikembalikan”.
 
Isi Waktu Luang Dengan Berbuat!
 
Orang-orang yang banyak menganggur dalam hidup ini, biasanya akan menjadi penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat. Itu karena akal pikiran mereka selalu melayangdayang tak tahu arah. Dan, {Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang.}  
(QS. At-Taubah: 87)
 
Saat paling berbahaya bagi akal adalah manakala pemiliknya menganggur dan tak berbuat apa-apa. Orang seperti itu, ibarat mobil yang berjalan dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan dan ke kiri. 

Bila pada suatu hari Anda mendapatkan diri Anda menganggur tanpa kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan cemas! Sebab, dalam keadaan kosong itulah pikiran Anda akan menerawang ke mana-mana;
mulai dari mengingat kegelapan masa lalu, menyesali kesialan masa kini, hingga mencemaskan kelamnya masa depan yang belum tentu Anda alami.
 

Dan itu, membuat akal pikiran Anda tak terkendali dan mudah lepas kontrol. Karena itu bangkitlah sekarang juga. Kerjakan shalat, baca buku, bertasbih, mengkaji, menulis, merapikan meja kerja, merapikan kamar, atau berbuatlah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain untuk mengusir kekosongan itu! Ini, karena janganlah berhenti sejenak pun dari melakukan sesuatu yang bermanfaat.
 
“Seseorang boleh saja berkata, “Saya telah menemukan kebahagiaan sejati setelah bergelimang dengan harta kekayaan yang saya miliki. Saya sudah puas dengan hasil keringat saya.” Atau seorang pejabat bergaji tinggi bisa saja bertutur bahwa dengan posisinya yang ‘basah’ ia akan berkesempatan merasakan kenikmatan hidup. Atau mungkin saja seorang bintang film bercerita bahwa ia merasakan kedamaian dalam hidup setelah duit tak pernah berhenti mengalir ke sakunya.
 
Tetapi tidak mungkinkah di balik pernyataan itu ada terselubung perasaan cemas, khawatir dan gelisah, ibarat awan hitam yang menutupi wajah rembulan?
 
Kegelisahan, kecemasan, ketidakteteraman, adalah ‘pekerjaan harian’ bagi manusia, kecuali mereka yang telah menemukan jalan yang benar. Rasa cemas itu bisa menyangkut urusan yang kecil-kecil maupun yang besar-besar. Bahkan banyak orang yang sekadar menginginkan seorang gadis lalu tidak kesampaian, bisa memilih bunuh diri saking stresnya. Tidak sedikit pula yang mengamuk hanya karena persoalan uang seribu rupiah. 
 
Bagi yang telah mengenal hakikat hidup, hal-hal remeh seperti itu tidak perlu membuatnya hilang akal. Allah swt jauh-jauh sebelumnya telah menurunkan obat penawar kegelisahan dan kecemasan ini dengan agama. Melalui agama (Islam) ini, Allah memperkenalkan diri-Nya bahwa Dialah yang Maha Kuasa, Maha Sempurna dan Maha Ahad. Pengetahuannya meliputi segala yang telah lalu, kini dan esok. Penglihatan-Nya jauh di atas menembus ruang dan waktu. Melalui pendekatan kepada kekuasaan-Nya ini sebenarnya sudah bermakna obat. Dijamin manusia tidak akan gelisah selamanya
 
Islam memperkenalkan cara pandang yang jauh lebih luas tentang kehidupan. Bahwa hidup ini bukan sekadar pulang-balik dari rumah ke tempat kerja, sampai rumah lalu tidur, besok berangkat lagi, kawin, punya anak. Hidup ini indah dan penuh dimensi, yang terdiri dari beberapa babak. Babak akhir nanti bergantung pada kesuksesan menapaki hidup pada babak sekarang ini. Konsep seperti ini akan menuntut seseorang untuk mengontrol dirinya secara mandiri, dan membimbing untuk tidak segera putus asa menghadapi persoalan. 
 
Terapi shalat 
 
Kaum muslimin tidak perlu ikut-ikutan orang lain untuk mencari ketenangan hidup dengan melakukan meditasi segala macam. Seperti diketahui, belakangan ini bermunculan kelompok meditasi di berbagai kota. Malah dua di antaranya, yang mengaku berasal dari India dan kini membuka cabang di Jakarta, mengklaim telah memiliki lebih 8.000 cabang di 58 negara. Tujuan organisasi ini tidak lain adalah untuk menjaring para eksekutif yang kini makin banyak ditimpa penyakit modern: stres dan gelisah. 
 
Sungguh sangat disayangkan kalau ada kaum muslimin yang tertarik pada tatacara pengobatan yang seperti ini. Sebab secara syar’i bukan saja telah terjadi pelanggaran, karena bercampurnya lelaki dan perempuan dalam satu ruangan tanpa aturan yang jelas, tetapi juga ada sebuah gambar ka’bah dan dua kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad yang dihimpit dua simbol agama lain. 
 
Sebenarnya shalat jauh menawarkan terapi yang lebih efektif dan ampuh untuk penyakit-penyakit gelisah seperti itu. Tentunya apabila shalat yang ada ditegakkan dengan cara yang baik dan khusyu’. Sayangnya yang kita lakukan selama ini shalat bukan hanya dianggap sebagai suatu kewajiban, tapi terkadang sebagai beban. Padahal teori pengobatan berkata, apabila kita yakin, maka sebagian dari penyakit itu telah disembuhkan.
 
Shalat bahkan bukan hanya akan memberikan kesembuhan terhadap beben-beban ruhani akibat lelahnya menghadapi pertarungan hidup, tapi juga akan memberikan kemenangan, di dunia dan di akhirat. Orang yang shalatnya benar, tidak malah gelisah setelah shalat, akan tetapi ada perasaan lega dan tenteram karena baru saja bertemu dengan Allah, Penguasa Segala Sesuatu. Bertemu kepada Dzat yang menciptakan segala sesuatu di alam ini, termasuk jalan yang terbaik untuk hamba-Nya. Orang yang ketika menghadapi Tuhan mempunyai perasaan penghambaan seperti ini akan enteng hidupnya. Shalat akan dijadikan sebagai media untuk memohon bimbingan dan petunjuk agar tidak keliru dalam meniti kehidupan. Hidup ini dipasrahkan kepada-Nya, tawakkal. 
 
Meraih cinta-Nya 
 
Untuk mendapatkan cinta tentu memerlukan perjuangan dan pengorbanan. Begitu juga untuk dapat meraih cinta dari Allah swt, kita dituntut berkorban. In tanshurullaha yanshurkum, kata Allah, apabila kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu. Menolong, bila yang melakukan adalah Allah, maka dapat diartikan dengan selesainya segala urusan yang ditolong. Ini adalah kunci kehidupan itu sendiri.
 
Manusia yang meyakini Islam sebagai jalan hidup satu-satunya berarti sudah memilih tauhid yang benar. Berarti ia akan cenderung mengenal Allah lebih dekat, sehingga menimbulkan perasaan cinta kepada-Nya. Kalau sudah tumbuh cinta maka ia akan memandang Allah sebagai Sumber segala hidup, Sumber kesempurnaan, Sumber segala rahmat, serta percaya bahwa Dia dekat dengannya setiap saat. Temali batinpun akan berbicara, ke mana pun juga pergi akan ada ‘benang’ kontrol yang menghubungkan dengan Dia. Keyakinan dan kesadaran seperti ini selain memberikan nuansa yang indah juga plus menciptakan kekuatan baru untuk melangkah menapaki hidup.
 
Mungkin pertanyaan yang menggelitik akan muncul, menggoda pikiran kita, “Bagaimana sesungguhnya kita dapat berhubungan akrab dengan Tuhan dan sejauh mana kita mengetahui bahwa kita telah dekat kepada-Nya?”
 
Allah swt berfirman, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu.” 
(QS. Al-Baqarah: 186)
 
Makin kuat keyakinan dan kesadaran kita akan dekatnya Allah maka makin tenteram pula hati ini dan makin besar kebahagiaan yang dicapai. Oleh karena itu dalam al-Qur’an disebutkan, alaa bidzikrillahi tathmainnul-quluub, ingatlah sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.
 
Dzikir yang dilakukan terus-menerus akan membuat ruhani menjadi kuat, pribadi manusia akan memperolah kekuatan transenden yang luar biasa. Sebagai dampaknya hati akan selalu bahagia, tenteram dan memperoleh kedamaian abadi.
 
Kunci segalanya 
 
Kekuatan apa lagi yang akan bisa menyaingi jika manusia telah menemukan Tuhannya? Kekuatan ini dapat menyingkirkan ila-ilah yang bertengger dalam pikiran manusia, dalam jiwanya. Tidak hanya itu, semua kekuatan, harta kekayaan, pangkat dan status, serta semua urusan dunia tidak banyak artinya di kala Allah telah menyatu dalam jiwa. 
 
Inilah kunci dari segalanya. Mereka yang sudah merapatkan dirinya pada sandaran Sang Maha Kuasa, akan menghadapi kehidupan dengan serba mudah. Kesulitan yang ada bahkan dianggapnya sebagai kesyukuran. Karena dengan kesulitan itu akan mengurangi beban dosa dan kesalahannya. Kesulitan dan kesusahan hidup bukan dianggap sebagai musibah yang dapat menyeretnya kepada kekufuran, tapi justru sebagai cubitan peringatan agar kontrol komunikasinya dengan Tuhan tetap berjalan, tetap seimbang. 
 
Inilah bentuk kecintaan dari Yang Maha Hakiki kepada hamban-Nya. Demonstrasi kecintaan itu diwujudkan dalam berbagai tindakan-Nya yang terkesan menyengsarakan dan menyulitkan si hamba. Padahal itulah cara yang paling baik dan pas untuk manusia. Musibah dan penderitaan-penderitaan digelar-Nya, yang bagi kebanyakan manusia lebih mudah mengantar kepada kesadaran dan keinsyafan.
 
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kesungguhan merupakan kunci keberhasilan seseorang. Akan tetapi tidak hanya dengan itu saja, kedekatan dengan sang Khaliq pun itu sangat berpengaruh sekali. 

Artinya, antara kesungguhan seseorang dengan kedekatannya kepada sang Khaliq sangat berkaitan erat dengan keberhasilannya dalam meraih kesuksesan. 

Semoga tulisan ini bisa memberikan pencerahan kepada kita semua, tentunya bagi mereka yang sedang membutuhkan motivasi untuk lebih baik lagi dalam mengarungi romantika kehidupan ini.
sumber ; http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/04/13/man-jadda-wa-jadda
readmore »»  



28 January 2013

Langkah-langkah Mendapatkan Jodoh

Langkah-langkah Mendapatkan Jodoh
Langkah-langkah Mendapatkan Jodoh :

1. Memiliki Gambaran tentang Suami/Istri yang Baik
2. Mencari Informasi
3. Meneliti
4. Meminta Pertimbangan
5. Salat Istikharah
6. Memilih

 1. Memiliki Gambaran tentang Suami/Istri yang Baik

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan bagi kamu pasangan dari jenis kamu sendiri agar kamu sakinah bersamanya dan Dia menjadikan cinta dan kasih sayang di antara kamu. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Ruum: 21).

Firman Allah di atas menyebutkan bahwa pernikahan bertujuan membuat seseorang merasa sakinah dan penuh cinta dan kasih sayang kepada pasangannya. Hal ini memberikan petunjuk kepada kita agar laki-laki atau perempuan yang mau menikah memiliki gambaran tentang calon pasangan yang memenuhi syarat dapat menciptakan kehidupan rumah tangga yang sakinah, penuh cinta dan kasih sayang.

Dengan adanya tuntutan untuk memenuhi tujuan pernikahan sakinah, penuh cinta dan kasih sayang, seorang laki-laki yang ingin membentuk rumah tangga harus memperoleh gambaran yang jelas tentang istri yang baik. Begitu pula dengan perempuan, ia harus memiliki gambaran yang jelas tentang laki-laki yang baik untuk dijadikan suami.

Gambaran yang baik tentang orang yang akan dijadikan istri atau suami haruslah sesuai dengan tuntunan agama yang telah digariskan oleh Alquran dan sunah. Hal ini menuntut seseorang mengetahui dan mendalami sifat-sifat perempuan atau laki-laki yang baik untuk dijadikan suami atau istri. Dengan mengetahui sifat-sifat ini, seseorang akan memperoleh pegangan kokoh dalam menilai calon pasangannya.

Ringkasnya, setiap perempuan atau lelaki yang hendak menempuh pernikahan harus mempelajari secara benar ciri-ciri laki-laki atau perempuan yang baik untuk menjadi pasangannya menurut ketentuan Islam. Dengan bekal ini, seseorang akan dapat memilih dan menentukan mana calon yang baik dan mana calon yang tidak baik bagi dirinya. Dengan memiliki gambaran yang pasti seperti digariskan oleh Islam, insya Allah kehidupan suami istri akan mencapai sasaran yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.

2. Mencari Informasi

“Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, ‘Saya mempunyai seorang putri. Siapakah yang patut menjadi suaminya menurut Anda?’ Ia menjawab, ‘Nikahkanlah dia dengan seorang laki-laki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika ia senang, ia akan menghormatinya, dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak suka berbuat zalim kepadanya.”
(Fiqhus Sunnah II, bab Nikah).

Hasan bin Ali r.a. menerangkan bahwa orang tua yang hendak menjodohkan putrinya perlu mengetahui lebih dahulu seluk-beluk laki-laki pilihannya.

Aisyah r.a. berkata, “Nikah berarti perbudakan. Oleh karena itu, hendaklah seseorang memperhatikan kepada siapa ia lepaskan anak perempuannya.”
(Fiqhus Sunnah II, bab Nikah).

Ucapan Aisyah menggambarkan bahwa setiap perempuan yang hendak bersuami atau walinya perlu mengetahui hal ihwal lelaki yang akan menjadi suaminya. Hal ini perlu dilakukan karena perempuan yang telah terikat dalam pernikahan akan menghadapi berbagai kendala yang membebani dirinya sebagai istri dan ibu rumah tangga.

Kedua hadits di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa sebelum mencari jodoh atau menjodohkan, seseorang harus terlebih dahulu mencari informasi tentang seluk-beluk orang yang akan menjadi pasangannya atau pasangan orang yang dijodohkannya. Informasi yang lengkap tentang calon pasangan sangat diperlukan, baik oleh orang yang hendak melakukan pernikahan maupun oleh walinya.

Informasi yang tidak lengkap, apalagi informasi yang salah, akan sangat merugikan mereka yang akan berumah tangga. Hal ini akan dapat mengakibatkan bencana bagi kehidupan rumah tangga seseorang. 

Seorang perempuan yang tidak memperoleh gambaran seutuhnya tentang calon suaminya akan mengalami penderitaan hidup jika didapatinya sebagai suami ternyata laki-laki yang tidak baik perangainya.

Seorang istri yang terlanjur mendapatkan suami yang tidak baik akan menghadapi berbagai kesulitan. Bila tetap menjadi istrinya, ia tentu akan banyak berkorban menghadapi berbagai macam sikap dan perilaku suaminya yang tidak menyenangkan. Bahkan ketika ia menuntut perceraian dari suaminya, ia akan dipersulit sehingga permintaannya tidak terkabul.

Oleh karena itu, Aisyah mengingatkan bahwa seorang perempuan yang memasuki gerbang pernikahan ibarat seorang yang menjadi budak. Hal ini juga dimaksudkan sebagai peringatan bagi orang tua agar berhati-hati dalam memilihkan calon suami bagi putri-putrinya.

Begitu halnya dengan laki-laki yang sebelum menikahi seorang perempuan memperoleh informasi yang tidak benar tentang calon istrinya dan setelah menikah ternyata mendapatkan istri yang tidak baik. Hal ini tentu akan menyebabkan penderitaan dalam rumah tangga. Mungkin sekali istrinya berlaku serong atau suka melawan perintah suami atau tidak mau merawat anak-anaknya, bahkan tidak mau melayani suami dengan menyenangkan. 

Hal ini akan membuat suami hidup dalam ketegangan dan kepanikan. Ia tidak akan merasakan ketenangan dalam rumah tangganya, bahkan hidup berkeluarga dirasakan seperti siksaan.

Oleh karena itu, mencari informasi calon suami atau calon istri merupakan hal yang penting. Seseorang seharusnya tidak keliru mengambil langkah awal memilih jodohnya karena hal ini dapat membuat trauma berkepanjangan dalam hidupnya.

Informasi tentang calon suami atau istri harus teruji kebenarannya. Seseorang yang mencari tidak boleh tergesa-gesa mempercayai suatu informasi. Ia sebaiknya menampung lebih dahulu informasi yang datang dari berbagai pihak sambil menyelidiki dan menguji kebenaranya. Jika ternyata masih ragu akan kualitas calon suami atau calon istrinya, lebih baik ia menunda keputusan untuk menerimanya.

Akan tetapi, semua hal ini adalah dalam rangka usaha atau ikhtiar kita secara teori. Adapun praktiknya, kita terkadang menghadapi sebuah masalah yang sulit dipecahkan secara teori. Maka, selain teori, kita juga harus menggunakan iman dan takwa kita untuk memasrahkan diri kita kepada Allah, agar Dialah yang akan mengatur dengan sebaik-baik pengaturan.

3. Meneliti

Dari Mughirah bin Syu’bah, ia pernah meminang seorang perempuan, lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Sudahkah kamu lihat dia?” Ia menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu berdua bisa hidup bersama lebih langgeng (dalam keserasian berumah tangga).” 
(HR Nasai, Ibnu Majah, dan Tirmizi, hadis hasan).

Meneliti dalam pengertian ini ialah melakukan pengamatan langsung kepada calon pasangan. Dalam hadis ini Rasulullah saw. menganjurkan agar Mughirah bin Syu’bah mengamati langsung perempuan yang akan dijadikan istrinya.

Dalam mencari jodoh, setiap orang perlu melakukan penelitian kepada calon pasangannya. Tindakan ini betujuan meyakinkan apakah calon pasangan sesuai dengan harapan atau tidak. 

Setelah seseorang mengumpulkan sejumlah informasi tentang calon pasangannya, ia hendaklah meneliti, menganalisis, kemudian mencocokkan orang yang diselidiki dengan keadaan sebenarnya. Bila antara informasi dan keadaan sebenarnya tidak sesuai, hendaklah ia meminta pertanggungjawaban kepada sumber informasi. Dengan demikian, pengambilan keputusan yang salah menyangkut seseorang yang diselidiki tidak akan terjadi.

Tidak jarang dengan melihat atau meneliti secara langsung, penilaian terhadap calon pasangan berubah. Calon yang semula terlihat sempurna, setelah diteliti langsung ternyata memiliki cacat. Kecacatan tersebut menyebabkan perubahan sikap seseorang. Orang yang semula tertarik dan menganggap calon pasangannya memenuhi harapannya menjadi tidak tertarik dan kecewa karena cacatnya. Contoh lain, semula seseorang tertarik secara sepintas kepada akhlak calon pasangannya. Tetapi, setelah meneliti dengan saksama hatinya menjadi tidak terpikat lagi karena sikap dan bicaranya kasar.

Adapun yang perlu diteliti tentu semua aspek yang ingin didapatkan dalam diri si calon. Jika yang dikehendaki sisi agama, intelektual, tingkat pendidikan, pergaulan, dan hubungan sosialnya, maka hal itulah yang diteliti agar kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan.

Penelitian kepada pasangan dibenarkan hanya dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat Islam sebagaimana diriwayatkan dalam hadis berikut:

Rasulullah saw. (bila hendak menikahi seorang perempuan) biasanya mengutus seorang perempuan untuk memeriksa aib yang tersembunyi (pada yang bersangkutan). 

Kepada perempuan tersebut beliau bersabda, “Ciumlah bau mulut dan bau ketiaknya serta perhatikanlah urat kakinya.” 
(HR. Thabarani dan Baihaqi).

“Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya karena orang ketiganya nanti adalah setan, kecuali kalau ada mahramnya.” 
(HR Ahmad).

Dari hadis tersebut di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa cara yang dibenarkan bagi calon masing-masing untuk meneliti calon pasangannya adalah sebagai berikut:

Ia mengirim utusan untuk meneliti keadaan calon pasangannya. Utusan yang dikirim adalah perempuan jika yang diteliti calon istri dan laki-laki jika yang diteliti calon suami.

Ia tidak berduaan. Berduaan seperti pacaran tidak boleh dilakukan dalam Islam. Adapun jika yang bersangkutan ingin melakukan penelitian sendiri, pihak perempuan hendaknya ditemani oleh mahram lelakinya atau pihak laki-laki disertai saudara perempuannya atau keluarganya yang perempuan.

Cara pacaran seperti tradisi Barat (yang telah membudaya di negeri kita sekarang ini) hanya akan menghasilkan sikap-sikap munafik dan manipulasi sehingga sering menyebabkan penyesalan setelah memasuki pernikahan. Hal ini terjadi karena sejak awalnya masing-masing pihak berusaha tampak sempurna dan menyembunyikan kejelekannya.

Pacaran harus dihindari karena, selain dosa, perbuatan tersebut juga sering menimbulkan dampak negatif bagi perempuan, misalnya:

  • Hamil lebih dahulu sebelum menikah, sehingga keadaan tersebut sering memaksa pihak perempuan untuk menggugurkan kandungan karena pihak laki-laki belum siap untuk menikah;
  • Timbul rasa putus asa pada perempuan bersangkutan karena laki-laki yang menodai kegadisannya lari dari tanggung jawab;
  • Timbul rasa tidak percaya perempuan kepada setiap laki-laki karena sering ditinggalkan pacarnya setelah melakukan hubungan gelap. Hal ini sering menjerumuskan seseorang pada perbuatan free sex dengan siapa saja, bahkan menjadi pelacur.

Ringkasnya, Rasulullah saw. menganjurkan agar calon pasangan melakukan penelitian sebelum memasuki jenjang pernikahan maksudnya adalah untuk meyakinkan yang bersangkutan bahwa calon yang akan dipilihnya benar-benar sesuai dengan harapan.

4. Meminta Pertimbangan

Dari Fathimah, putri Qais, bahwa Abu ‘Amr bin Hafsh telah menceraikannya untuk kali yang ketiga…. Ia berkata, “Ketika aku sudah selesai menjalani idah, aku beri tahukan kepada beliau (Rasulullah saw.) bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm melamarku.

Rasulullah saw. bersabda, “Abu Jahm orangnya tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya, sedangkan Muawiyah seorang yang miskin, tidak berharta. Oleh karena itu, nikahlah dengan Usamah bin Zaid!” Akan tetapi, aku tidak senang kepadanya.

Lalu, beliau bersabda, “Nikahlah dengan Usamah bin Zaid!” Akhirnya, aku menikah dengannya. Allah Azza wa Jalla memberikan kebaikan (kepadaku) dengan dirinya sehingga aku dicemburui (wanita-wanita lain).” (HR An-Nasai).

Dalam kisah di atas dijelaskan bahwa Fathimah, putrid Qais, meminta kepada Rasulullah untuk memberi pertimbangan, siapa di antara dua laki-laki yang sebaiknya diterima lamarannya. Kedua lelaki tersebut datang dan meminta Fathimah menjadi istri sesudah masa idahnya habis. Fathimah lalu mendatangi Rasulullah saw. dan menceritakan hal tersebut dengan tujuan agar beliau memberi pendapat, siapa yang lebih pantas diterima.

Rasulullah saw. memberi pertimbangan atau nasihat dengan menjelaskan kepada Fathimah hal-ihwal kedua lelaki tersebut. Abu Jahm adalah orang yang selalu membawa tongkat di atas pundaknya. Kata kiasan ini menurut ahli bahasa berarti orang yang keras atau kejam, dan bisa juga orang yang sering pergi merantau. Adapun Muawiyah bin Abu Sufyan (yang kemudian menjadi khalifah sesudah Ali) adalah laki-laki miskin.

Setelah memberi penilaian terhadap kedua laki-laki tersebut, Rasulullah SAW. menyarankan agar Fathimah menikah dengan Usamah bin Zaid. Semula Fathimah enggan, tetapi akhirnya ia menerima usul Nabi saw., lalu menikahlah ia dengan Usamah bin Zaid. Kehidupannya menjadi baik sehingga banyak wanita yang merasa iri dengannya.

Selain perempuan, meminta pertimbangan juga dianjurkan untuk laki-laki sebelum memutuskan untuk mempersunting seorang wanita.

Adapun orang yang dimintai pertimbangan ialah orang yang baik akhlaknya, taat beragama, jujur, dapat berlaku adil, berhati-hati, dan dapat memegang rahasia orang lain, serta mengetahui hal-ikhwal perempuan atau laki-laki yang bersangkutan. Jadi, kriteria yang kita ambil adalah sisi akhlak dan kepribadiannya, bukan sisi umur, tingkat pengetahuan, atau status sosialnya.

Kita harus menyadari bahwa mendapatkan seseorang yang bersikap jujur terhadap orang lain memang sulit, lebih-lebih setelah akhlak dan agama mulai ditinggalkan masyarakat dan diganti dengan prinsip serba materi. Kita juga sulit mendapatkan orang yang adil dalam mengambil kesimpulan dan penilaian terhadap tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila meminta pertimbangan mengenai pasangan hidup. 

Bertanya kepada orang yang berakhlak baik yang berpedoman pada prinsip-prinsip Islam merupakan langkah terbaik.

Meminta pertimbangan kepada psikolog atau psikiater dan sebagainya yang banyak dilakukan orang sekarang hanya merupakan tindakan mubazir. Dikatakan demikian karena mereka tidak tahu-menahu perihal orang yang bersangkutan. Selain itu, mereka tidak menjadikan agama sebagai dasar berpijak dalam menilai perilaku manusia. Dasar yang mereka pakai adalah teori empiris yang masih diragukan kebenarannya.

Bila kita menerima pertimbangan orang lain, hendaklah kita berhati-hati dan membandingkannya dengan pertimbangan orang-orang lain yang kita percayai. Jika sebagian besar dari pemberi pertimbangan menilai negative orang yang kita teliti, hendaklah kita menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Jika ternyata sebagian besar dari mereka memberikan pertimbangan yang berlawanan dengan kenyataan, hendaklah kita meminta keterangan lebih jauh kepada mereka. 

Mungkin sekali mereka memiliki bukti-bukti yang cukup mengenai keadaan masa lalu atau sifat-sifat buruk yang bersangkutan yang kita sendiri tidak mengetahuinya. Bila orang yang memberi pertimbangan memiliki akhlak dan ketaatan beragama yang tinggi, hendaklah kita utamakan pertimbangannya, dan kita kesampingkan dorongan kecintaan kita kepada yang bersangkutan demi menjaga keselamatan diri pada masa yang akan datang.

Ringkasnya, seorang perempuan yang dilamar oleh laki-laki atau laki-laki yang akan mempersunting seorang perempuan sebaiknya meminta pertimbangan lebih dahulu kepada orang yang dipercayainya mengenai keputusannya. Hal ini bertujuan agar perempuan/laki-laki tersebut mendapatkan suami/istri yang baik sehingga kehidupan rumah tangganya memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

5. Salat Istikharah

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah saw. biasa mengajari kami melakukan istikharah dalam setiap urusan, seperti beliau mengajari kami suatu surat dari Alquran.

Beliau bersabda, “Bila seseorang bertekad melakukan suatu urusan, hendaklah ia melakukan dua rakaat bukan wajib, lalu berdoa,

‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau pilihan kebaikan untukku dengan pengetahuan-Mu; aku memohon pertolongan-Mu dengan kekuasaan-Mu; dan aku memohon kepada-Mu (mendapatkan) karunia-Mu, Tuhan Maha Agung, karna Engkaulah yang berkuasa, sedangkan aku tidak. Engkau Maha tahu, sedangkan aku tidak dan Engkau Maha mengetahui yang gaib. Ya Allah, kalau Engkau mengetahui urusan ini baik bagiku, agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku,’ atau sabdanya, ‘pada awal-awal urusanku dan akhir-akhirnya, tentukanlah dia untukku dan mudahkanlah dia untukku, kemudian berkahilah untukku dalam urusan ini. Bila Engkau tahu urusan ini tidak baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku ini,’ atau sabdanya, ‘pada awal-awal urusanku dan akhir-akhirnya, jauhkan ia dariku dan jauhkanlah aku dari urusan ini dan tetapkanlah kebaikan bagiku di mana pun adanya, kemudian ridailah aku dengan urusan itu.’ Ia berkata, ‘Dengan menyebutkan apa keperluannya’.” (HR An-Nasai).

Istikharah berarti memohon dipilihkan yang baik atau mencari yang terbaik. Salat istikharah adalah salat dua raakaat untuk meminta kepada Allah agar diberi petunjuk untuk memilih yang terbaik di antara berbagai pilihan yang sedang dihadapi.

Seseorang sering menghadapi berbagai pilihan dalam memilih pasangan hidupnya. Kadang-kadang ia mempunyai dua atau tida pilihan hingga bingung memilih yang terbaik bagi diri, agama, dan kehidupan dunia, serta bagi kehidupan akhiratnya. Bila terjadi hal ini, ia sebaiknya melaksanakan salat istikharah untuk memohon kepada Allah agar diberi kemantapan menolak atau menerima.

Sebelum salat istikharah, sebaiknya hati dan pikirannya dipasrahkan sepenuhnya kepada Allah. Kita tidak boleh memaksakan diri harus mendapatkan orang yang diinginkan, karena bila kita sudah bertekad demikian, kita tidak akan mendapat ketenangan dan kejernihan dalam berpikir dan merenungkan masalahnya. Bila kita sudah dipenuhi emosi dan ketidaksabaran, tentu kita tidak akan bisa berpikir secara jernih dan lapang dada. Akhirnya, istikharah kita tidak bermanfaat.

Salat istikharah tidak terikat waktu dan tempat. Salat istikharah boleh dilakukan setiap hari sampai hati kita diberi petunjuk oleh Allah. Petunjuk yang kita peroleh adalah timbulnya rasa mantap untuk menerima atau menolak orang yang kita istikharah untuknya. Jika yang muncul adalah perasaan kuat untuk menolak, sebaiknya kita batalkan niat kita untuk mengambil orang tersebut sebagai pasangan kita. Bila yang muncul adalah perasaan kuat untuk mengambil orang tersebut sebagai pasangan kita, kita teruskan niat kita untuk menjadikannya sebagai pasangan kita. 

Bila yang muncul adalah perasaan kuat untuk menolak tetapi kita tidak mempedulikannya, berarti kita telah mengabaikan petunjuk dari Allah. Risiko dan tanggung jawabnya hendaklah kita terima. Oleh karena itu, kita harus berperasaan peka dalam menangkap petunjuk batin yang Allah berikan agar kita tidak mengalami malapetaka dan terjatuh dalam penderitaan hidup kemudian hari.

Ringkasnya, sebelum mengambil keputusan memilih atau menerima calon istri atau calon suami, kita hendaklah melakukan salat istikharah. Insya Allah dengan langkah ini akan diperoleh kemudahan dalam menentukan pilihan dan diperoleh jodoh yang dapat mengantarkan hidup kita yang diliputi kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

6. Memilih

Dari Yahya bin Sa’id bahwa Qasim bin Muhammad telah menceritakan kepadanya tentang seorang laki-laki bernama Khidzam, yang menikahkan salah seorang anak perempuannya, tetapi anak perempuan tersebut enggan dinikahkan oleh ayahnya. Lalu, ia datang kepada Rasulullah saw dan menceritakan kejadian tersebut. Rasulullah saw. mengembalikan kepadanya pernikahan yang telah dilakukan oleh ayahnya dan anak perempuan itu memilih menikah dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir. Menurut Yahya, kejadian ini terjadi pada perempuan janda.
(HR Ibnu Majah).

Memilih di sini maksudnya menentukan atau mengambil seseorang yang dikuasai untuk dijadikan suami atau istri. Hadis di atas menerangkan bahwa apabila seorang laki-laki datang kepada keluarga perempuan untuk meminang anaknya, hendaklah perempuan itu diberi hak untuk menjatuhkan pilihannya. Ia tidak boleh dipaksa untuk menerima laki-laki tertentu yang dikehendaki orang tua atau wali.

Rasulullah saw. memberi hak kepada pihak perempuan (gadis atau janda) untuk memilih orang yang paling berkenan di hatinya sebagai suami. Walaupun orang tua atau wali memiliki hak untuk mengajukan seorang laki-laki sebagai suami anak atau perempuan yang berada di bawah perwaliannya, keputusan akhir tetaplah berada di tangan perempuan yang bersangkutan.

Langkah memilih ini dapat dilakukan oleh perempuan yang ditawari beberapa lelaki sebagai calon suami. Walaupun begitu, hak memilih tidak dibatasi meskipun calon yang datang hanya seorang. Jika yang datang hanya seorang, perempuan yang dilamar tetap memiliki hak untuk menolak atau menerima. Dasar pemilihan yang digunakan adalah ketentuan agama Islam mengenai sifat-sifat calon suami atau istri yang baik yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan yang sama dalam memilih jodoh. Pada masa Rasulullah saw. banyak perempuan yang berani datang kepada laki-laki untuk meminang. Tindakan ini dibenarkan Rasulullah saw. Oleh karena itu, kita tidak boleh beranggapan bahwa memilih jodoh hanya menjadi hak laki-laki sehingga perempuan hanya dianggap sebagai objek pilihan.

Memilih pasangan merupakan hal yang penting bagi muslim atau muslimah sebelum memasuki gerbang rumah tangga. Muslim atau muslimah harus berhati-hati dalam memilih istri atau suami agar tidak menyesal pada kemudian hari. Kekeliruan memilih akan sangat merugikan dirinya.

Sumber : 15 Cara & Langkah Mendapatkan Jodoh, Drs. M. Thalib, Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.
readmore »»  



 
 

Home | Sitemap | About | Contact Us | Privacy Policy