 |
Perlukah Gelar Haji/Hajjah? |
Mengapa banyak orang setelah pergi berhaji setelah itu memasang gelar H/HJ di depan namanya? Perlukah? Sebelumnya simak dialog antara Aly dan Ummu Aly berikut ini:
Aly: "Mi, kenapa banyak orang setelah pergi haji memasang gelar 'H/HJ' di depan namanya?"
Ummu Aly: " Aly, sesungguhnya ini perkara yang berbahaya sekali. Seorang yang pergi haji kemudian ingin dipanggil "Haji", apalagi kalau sampai dia sudah pergi haji dan tidak mau dipanggil kecuali dengan sebutan "Pak Haji", dikhawatirkan gugur amalannya dan tidak mendapat pahala di sisi Allah. Sebab haji merupakan ibadah agung, yang dituntut keikhlasan di dalamnya. Nah, barang siapa tidak ikhlas dalam hajinya, maka dia telah terjatuh ke dalam kesyirikan dan hajinya tidak sah."
"Selain itu, memberikan gelar "Haji" ini adalah sarana untuk membuka pintu-pintu riya' atau sum'ah, ingin didengar atau diketahui kalau dia sudah haji. Dan ini nampak, misalnya ketika seseorang yang sudah haji disebut namanya tanpa ada penyebutan "Haji" di depannya, dia merasa tidak enak, kecewa, bahkan merasa tidak senang dengan yang memanggilnya, seperti ini menunjukkan terdapat riya' dan sum'ah pada ibadah hajinya."
"Jika diteliti, tak seorangpun sahabat Nabi dan Ulama-Ulama Islam menggunakan gelar tersebut. Padahal mereka sudah berkali-kali berhaji. Tidak pernah kita mendengar sebutan Haji Abu Bakar Ash-Shiddiq, Haji Umar bin Khaththab, Haji Imam Syafi'i, dan sebagainya. Dari sini terlihat, gelar "Haji" itu tidak dibutuhkan dan tidak sepantasnya disematkan pada seseorang."
sumber : (Lembar Pendidikan Anak Yaa Bunayya Vol. 5 No. 04)
...ibadah haji adalah bagian dari upaya peningkatan keimanan seseorang. Jadi tidak dilihat dari gelar yang disandang, namun sampai sejauh mana ibadah yang telah dilaksanakan itu membekas dalam diri, lalu terefleksi dalam kehidupan sehari-hari...
Haji pada tingkat aktualnya merupakan latihan bagi manusia untuk kesalehan sosial, seperti meredam kesombongan, kediktatoran, gila hormat, dan keinginan menindas sesamanya. Sebab, ketika berhaji seseorang harus mencopot pakaian kebesarannya, pakaian sehari-hari yang menciptakan ke'aku'an berdasarkan ras, suku, warna kulit, pangkat, dan lain-lainnya.
Semua itu harus ditanggalkan dan diganti dengan pakaian ihram yang sederhana, tidak membedakan antara kaya dan miskin, penguasa, ningrat, rakyat, atau status sosial lainnya. Egoisme ke'aku'an dilebur dalam ke'kita'an, kebersamaan dalam suasana persaudaraan sesama muslim.
Selain itu, haji juga melatih manusia melepaskan diri dari selera konsumtif dan cinta harta. Sebab, manusia ketika berhaji dilarang mengenakan perhiasan dan parfum, dan justru dianjurkan untuk mengorbankan apa yang dimilikinya, bahkan sesuatu yang sangat disukainya, seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s.
Haji juga merupakan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu, termasuk nafsu birahi, amarah, dan berkata keji.
Allah Ta'ala berfirman, "Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Maka, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk menunaikan haji, maka tidak boleh baginya berhubungan suami istri, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji …" (Al-Baqarah: 197).
Sebaiknya gelar haji dihapus saja. Wallahu a'lam.
Barakallahu Fiik
~Semoga Bermanfaat ~
Suka Artikel Ini? Silahkan bagikan dengan cara klik Ikon Sosial Media dibawah ini:

Artikel Terkait
Perlukah gelar haji?
ReplyDeleteGelar haji hanya ada di indonesia
ReplyDeleteGelar haji hanya di indonesia
ReplyDeleteHukum memakai gelar haji
ReplyDelete