Hukum Menabung di Bank dengan Aneka Niat
Assalamu’alaikum ustadz
Bolehkah menyimpan uang di bank syariah berupa tabungan atau deposito karena darurat. Apakah termasuk uang riba? Sebaiknya uang tersebut disalurkan kemana? Bolehkah digunakan untuk ma’isyah (mencari nafkah)? Jazaakallahu khoir
Dari: Cesnawati
Wa’alaikumussalam
Berikut artikel yang mewakili jawaban pertanyaan Anda:
Sejak kesadaran masyarakat terhadap agamanya semakin meningkat, mereka mulai merasa risih dengan bunga yang ada di bank. Imbas selanjutnya, mereka mulai mempertanyakan hukum menabung di bank. Karena mereka yakin bahwa bank akan memanfaatkan dana tabungan nasabah untuk aktivitas mereka. Agar kita bisa mengambil kesimpulan tanpa ragu, kita perlu merujuk apa kata ulama tentang hukum menabung di bank. Berikut keterangan para ulama kontemporer tentang hukum menabung di bank dengan aneka niat:
Pertama, menabung untuk mengambil dan memiliki bunganya.
Kedua, menabung di bank tanpa keinginan mengambil bunga.
Ketiga, menabung di bank untuk mengamankan uang.
Keempat, membuka rekening tabungan agar bisa melakukan transaksi yang dibutuhkan.
Kelima, hukum menabung dengan tujuan mengambil bunga untuk disedekahkan.
Assalamu’alaikum ustadz
Bolehkah menyimpan uang di bank syariah berupa tabungan atau deposito karena darurat. Apakah termasuk uang riba? Sebaiknya uang tersebut disalurkan kemana? Bolehkah digunakan untuk ma’isyah (mencari nafkah)? Jazaakallahu khoir
Dari: Cesnawati
Wa’alaikumussalam
Berikut artikel yang mewakili jawaban pertanyaan Anda:
Hukum menabung di bank dengan aneka niat
Sejak kesadaran masyarakat terhadap agamanya semakin meningkat, mereka mulai merasa risih dengan bunga yang ada di bank. Imbas selanjutnya, mereka mulai mempertanyakan hukum menabung di bank. Karena mereka yakin bahwa bank akan memanfaatkan dana tabungan nasabah untuk aktivitas mereka. Agar kita bisa mengambil kesimpulan tanpa ragu, kita perlu merujuk apa kata ulama tentang hukum menabung di bank. Berikut keterangan para ulama kontemporer tentang hukum menabung di bank dengan aneka niat:
Pertama, menabung untuk mengambil dan memiliki bunganya.
Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang haram. Untuk itu, mereka
sepakat, menabung di bank dengan maksud mengambil dan memanfaatkan
bunga untuk kepentingan pribadi, hukumnya terlarang.
Dalam salah satu keputusan Majma’ Al-Buhuts Al-Islami, dalam muktamarnya yang kedua, yang diadakan di Kairo, tahun 1965. Dalam keputusan tersebut dinyatakan:
“Bunga dari transaksi utang-piutang, semuanya adalah riba yang haram.
Tidak ada bedanya, baik utang untuk kegiatan konsumtif maupun utang
untuk kegiatan produktif. Karena dalil Alquran dan sunah, semuanya
dengan tegas menyatakan haramnya kedua jenis riba dari utang tersebut.”
(Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 130)
Kedua, menabung di bank tanpa keinginan mengambil bunga.
Para ulama melarang menabung di bank, meskipun tanpa ada keinginan untuk
mengambil bunga. Karena menaruh dana di bank, akan membantu bank dalam
melancarkan transaksi riba. Hanya saja para ulama membolehkan jika ada
kebutuhan yang mendesak. Lajnah Daimah, dalam salah satu fatwanya
menyatakan, “Haram menyimpan uang di bank, kecuali karena darurat, dan
tanpa mengambil bunga.”
(Majmu’ Fatawa Lanjah Daimah, 13:384)
Ketiga, menabung di bank untuk mengamankan uang.
Seberapakah ukuran kebutuhan dan darurat yang membolehkan seseorang menabung di bank?
Dalam banyak fatwanya, Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz membolehkan
menabung di bank untuk mengamankan uang, yang tidak memungkinkan untuk
disimpan di selain bank. Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang
menabung gajinya di bank tanpa mengambil bunga karena khawatir hilang.
Beliau menjawab, “Tidak masalah Anda melakukan demikian, menabung di
bank karena khawatir uang Anda hilang. Dan ini termasuk keadaan
mendesak, jika Anda membutuhkannya maka tidak mengapa, dengan tanpa
mengambil bunga.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 19:153)
Hal ini juga menjadi keputusan Majlis Al-Fiqhi Al-Islami, di bawah
Rabithah Al-Alam Al-Islami, dalam konferensi kesembilan di Mekah. Pada
keputusan no. 3, dinyatakan:
“Haram bagi seorang muslim, untuk bertransaksi dengan riba, selama masih
memungkinkan untuk bertransaksi dengan bank non riba, baik di dalam
maupun luar negeri. Karena tidak ada alasan baginya untuk berinteraksi
dengan bank riba sementara sudah ada penggantinya, yaitu bank non riba”
(Diambil dari Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 140)
Keempat, membuka rekening tabungan agar bisa melakukan transaksi yang dibutuhkan.
Terdapat beberapa keterangan dari para ulama, yang mengisyaratkan
bolehnya membuat rekening bank, untuk memanfaatkan jasa bank, semacam
transfer gaji atau yang lainnya. Di antaranya:
Fatwa ahli hadis abad ini, Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullah. Dalam program Silsilatul Huda wan Nur, beliau ditanya:
Terkait gaji beberapa pegawai yang diambil melalui bank, apakah gaji pegawai ini haram, karena termasuk harta riba?
Beliau memberikan jawaban: Saya tidak menganggap hal itu (gaji mereka
termasuk riba). Karena yang saya tahu, mereka tidak melakukan hal itu
karena keinginan mereka, tapi sebagai aturan yang wajib mereka ikuti.
Yang penting gaji itu sampai kepada pegawai dengan jalan yang halal.
Akan tetapi jika gaji itu harus melalui fase yang tidak halal, seperti
ditabung dulu di bank maka itu di luar tanggung jawab pegawai, namun dia
harus berusaha untuk mengambil uang tersebut sesegera mungkin.
(Silsilah Huda wan Nur, rekaman no.387).
Keterangan beliau ini juga diaminkan oleh Lajnah Daimah. Pada kasus pertanyaan yang sama, mereka Lajnah menegaskan:
Tidak masalah mengambil gaji yang ditransfer melalui bank. Karena
pegawai ini mengambil gaji sebagai imbalan dari pekerjaan yang dia
lakukan, yang tidak ada kaitannya dengan bank. Akan tetapi dengan
syarat, jangan sampai dia tinggalkan di bank untuk dibungakan, setelah
gaji itu ditransfer ke rekening pegawai. (Fatawa Lajnah, no.16501)
Syarat yang disampaikan Lajnah, bahwa gaji yang sudah ditransfer
harus segera diambil. Ini bertujuan agar nasabah tidak dianggap
mengendapkan dana di bank, yang nantinya akan dimanfaatkan bank untuk
pengembangan riba. Sebagaimana hal ini juga ditegaskan dalam Kumpulan Fatwa Syabakah Islamiyah. Dalam salah satu fatwanya dinyatakan:
Bahwa transfer gaji melalui bank, meskipun bukan untuk tujuan
membungakan uang, tetapi dana tersebut akan dimanfaatkan bank untuk
transaksi mereka yang penuh dengan riba maka hukumnya tidak
diperbolehkan, karena termasuk membantu orang lain untuk maksiat.
(Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 115367)
Kelima, hukum menabung dengan tujuan mengambil bunga untuk disedekahkan.
Pemahaman semacam ini sama halnya dengan orang yang mencuri dengan tujuan untuk bersedekah. Padahal Allah Ta’ala hanyalah menerima amal yang baik dari hamba.
Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Allah hanya menerima amal dari orang yang bertaqwa.”
(QS. Al-Maidah: 27).
Sementara sedekah dengan cara yang haram, bukanlah
termasuk amal orang yang bertaqwa. Ibnu Sa’di mengatakan:
Pendapat yang paling kuat tentang makna ‘orang yang bertaqwa‘
di ayat ini adalah orang yang bertaqwa kepada Allah ketika melakukan
amal tersebut. Artinya, dia beramal dengan ikhlas mengharap wajah Allah,
dan mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Tafsir As-Sa’di, Hal. 228)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan tidak menerima sedekah dari hasil ghulul.”
(HR. Muslim no. 224)
Makna ghulul pada asalnya adalah harta rampasan perang yang
dicuri sebelum dibagikan. Kemudian makna ini mengalami perluasan menjadi
harta khianat, sehingga mencakup semua harta yang diperoleh dengan cara
haram.
(Lihat Syarh Nawawi untuk shahih Muslim, 3:103)
Fatwa terkait hal ini adalah keterangan Lajnah Quthaul Ifta’ Kuwait. Komite ulama Kuwait ini memberikan jawaban yang tegas:
“Sesungguhnya menyimpan uang di bank, dengan maksud untuk mendapatkan
bunga (riba), dalam rangka untuk disedekahkan di jalan kebaikan,
hukumnya terlarang. Lebih-lebih jika dijadikan sebagai gaji pegawai.” (Fatawa Quthaul Ifta’ Kuwait, no. 815)
Dari uraian beberapa fatwa di atas, ada beberapa kesimpulan yang bisa dicatat:
1. Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang haram.
2. Ulama sepakat terlarangnya menabung untuk tujuan membungakan uang. Karena sama halnya dengan melakukan transaksi riba.
3. Pada asalnya, dilarang menabung di bank, meskipun
tanpa bermaksud mengambil bunganya. Karena menyimpan uang di bank sama
halnya membantu mereka untuk melakukan transaksi riba.
4. Ulama memberikan pengecualian bolehnya menabung di bank, dengan dua syarat:
- Adanya kebutuhan yang mendesak
- Tidak mengambil bunganya
5. Batasan kebutuhan mendesak yang membolehkan
menyimpan uang di bank adalah adanya kekhawatiran terhadap keamanan
harta nasabah, jika tidak disimpan di bank.
6. Kebutuhan mendesak antara satu orang dengan yang lainnya, berbeda-beda. Karena itu, batasan ini tidak berlaku umum.
7. Dibedakan antara hukum membuka rekening di bank untuk memanfaatkan jasa bank, dengan menyimpan uang di bank.
8. Dibolehkan membuka rekening di bank untuk memanfaatkan jasa bank yang halal, seperti transfer gaji atau yang lainnya.
9. Pihak yang mendapatkan transfer gaji dari bank, diharuskan segera mengambil uang tersebut dan tidak mengendapkannya di bank. Kecuali ada kebutuhan yang mendesak, sebagaimana keterangan sebelumnya.
10. Tidak dibolehkan menabung di bank dengan tujuan
mendapatkan bunga, untuk disedekahkan atau diinfakkan ke jalan yang
benar. Karena ini sama halnya dengan beramal dengan cara bermaksiat.
Demikian, beberapa kumpulan fatwa ulama kontemporer tentang hukum menabung di bank. Semoga bisa menjadi panduan bagi kita untuk sikap, ketika harus berinteraksi dengan bank.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Suka Artikel Ini? Silahkan bagikan dengan cara klik Ikon Sosial Media dibawah ini:
Tweet |
No comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum. Pengunjung yang baik tidak pergi begitu saja ^_^
Silahkan beri komentarmu tentang artikel ini. Jazakumullahu khairan